BORONG, BERITA FLORES–Tim Advokat Aliansi Gerakan Manggarai Raya Jabodetabek bakal melayangkan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang bila Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI tetap menerbitkan Surat Keputusan (SK) tapal batas baru antara Kabupaten Ngada dengan Kabupaten Manggarai Timur.
“Upaya hukum tetap saja dilakukan jika suatu waktu Mendagri RI tetap mengeluarkan SK tapal batas versi kesepakatan 14 Mei 2019 di Kupang. Seperti langkah gugatan pembatalan SK ke PTUN dan terakhir Kasasi di Mahkamah Agung,” ujar Ketua Tim Advokat Aliansi Gerakan Manggarai Raya Jabodetabek, Plasidus Asis Deornay,S.H kepada Beritaflores.com melalui WhatsApp Senin, 1 Juli 2019
Baca Juga: Soal Tapal Batas Baru, Bupati Agas Jadi Sorotan Publik
Ia menegaskan, dasar penetapan tapal batas itu harus mengacu pada Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pembentukan Daerah (UUPD) Kabupaten Manggarai Timur dan buku sejarah tapal batas sebagai dokumen legal.
“Secara hukum, selain dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum, keputusan sepihak Bupati Agas Andreas juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten Manggarai Timur,” tegas Asis.
Ia menjelaskan bahwa, aturan hukum harus dijaga serta dihormati oleh penerus sejarah seperti telah dilakukan oleh mantan Bupati Manggarai dua periode, Christian Rotok dan mantan Bupati Manggarai Timur, Yoseph Tote. Sejarah dan hukum, ucap dia, tidak dapat digadaikan oleh kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok manapun.
Ia mengajak masyarakat Manggarai Raya, lebih khusus Manggarai Timur pun perlu bersatu melawan kebijakan Bupati Manggarai Timur Agas Andreas.
“Jika pendekatan budaya tidak digubris, maka menurut saya, lakukan mosi tidak percaya dengan melakukan aksi turun ke Borong (ibukota Kabupaten Manggarai Timur) untuk mendesak Agas Andreas segera mundur dari jabatannya sebagai Bupati,” tegas dia.
Ia mengatakan, kekuatan rakyat atau people power sangat efektif untuk melawan kekuasaan yang tidak pro kepentingan rakyat. Bahkan bertujuan untuk me-review kebijakan yang merugikan rakyat Manggarai Timur.
Bersatu untuk menang, lanjut Asis, itu lebih terhormat daripada mengalah dengan keadaan sejarah dan harga diri orang Manggarai diinjak-injak. Ini harga mati patut kita perjuangkan bersama seluruh masyarakat Matim.
“Jangan pernah takut. Jabatan itu milik rakyat. Asalkan yang perlu dhindari adalah penyampaian aspirasi dengan diikuti oleh perbuatan anarkis,” beber dia.
Peristiwa penandatangan dokumen kesepakatan bersama terkait tapal batas Kabupaten Manggarai Timur dengan Ngada, pada 14 Mei 2019 di Kupang waktu lalu merupakan suatu peristiwa merobek buku sejarah tanah Congka Sae.
“Turunkan Bupati Agas Andreas jika tak mampu untuk mengembalikan tanah Congka Sae,” desak Asis.
“Bahwasanya sejarah telah menorehkan tanah Manggarai itu dari Selat Sape, perbatasan di wilayah bagian barat dan Wae Mokel rahit awon wilayah perbatasan wilayah bagian Timur,” tandasnya.
Menurutnya, tindakan yang dilakukan oleh Bupati Manggarai Timur Agas Andreas adalah sebuah pengkhianatan terhadap sejarah masa silam dan dinilai telah melakukan pelecehan terhadap para pelaku sejarah. Ia pun menuturkan, dalam perjalanan waktu, Bupati Manggarai Timur Agas Andreas hanya dalam hitungan jam memutuskan secara sepihak batas wilayah Manggarai, dengan penentuan batas terbaru sekitar 1.5 km dari pilar semula mencaplok wilayah Manggarai Tinur.
Asis menambahkan bahwa, keputusan, tersebut sangat merugikan warga Manggarai Raya secara keseluruhan.
“Andreas Agas rela melepaskan sebagian tanah Congka Sae itu kepada Kabupaten Ngada tanpa lebih dulu mempertinbangkan dasar dan alasan yang kuat,” tutup dia. (EFREN POLCE/FDS/BEF).