DENPASAR, BERITA FLFORES –
Hari ini, Selasa, 9 Desember 2025. Ada kabar sedikit melegakan hati kecil. Dua tokoh Bali keturunan NTT, Bung Yusdi Diaz, dan Bung Ardy Ganggas, turun gunung. Dua patron Flobamora ini merapat ke Polresta Denpasar. Sejumlah polisi berseragam unit lalu lantas menyambut kedatangan Bung Yusdi dan Bung Ardy.
Urusannya bukan tanpa alasan. Kali ini pasti spesial. Gara-gara ada kabar tak sedap sebelumnya. Seperti tergambar dalam konten sebuah video viral di media sosial.
Di video berdurasi 20 detik itu tampak seorang anak muda berlagak jagoan saat mengemudikan sepeda motor. Tanpa mengenakan helm bersama ranmor yang mati masa berlaku samsatnya.
Jagat medsos di Bali seakan menyala. Konten itu seperti membakar amarah netizen. Isi komentar tumpah ruah dengan sumpah serapah.
Sang pengendara ugal-ugalan tadi akhirnya dicokok polisi. Temponya tak perlu makan lama, bahkan kurang sehari. Beberapa jam setelah kejadian akhirnya oknum tadi pun digelandang ke polresta.
Bung Yusdi dan Bung Ardy pagi tadi merapat ke polresta. Ini real sikap proaktif atas langkah polisi. Ini barang pasti ada urusan dengan laku ugal-ugalan si oknum pengendara tersebut.
Jagat medsos mencolok menuding sejumlah hal. Bukan hanya kelakuannya yang bikin gerah di jalan raya. Kelakuan yang tampak di video ‘menyerang’ seorang petugas lantas. Lebih dari itu juga nyaris menabrak mobil yang datang dari arah berlawanan.
Sekali lagi, reaksi netizen bukan soal itu semata. Daerah asal si pengendara juga disorot ekstrem di medsos. Sejumlah netizen menyebut lugas asalnya dari NTT. Sebagian besar cenderung memakai semacam kias berbahasa Bali. Bidiknya sama saja hendak secara terang mengarahkan atensi publik ke daerah asal si pengendara.
Tak pelak daerah asal pengendara itu akhirnya terkuak. Makanya, tak heran Bung Yusdi dan Bung Ardy gercep alias gerak cepat merapat ke polresta.
Saya tergerak membuat catatan ringan kedua usai menonton konten video peristiwa menyebalkan itu semalam. Narasi kemarin berisi sesal dan prihatin atas kejadian yang memviral di medsos.
Kali ini catatan saya berisi apresiasi untuk quick respons dua tokoh Flobamora tersebut. Datang pagi-pagi ke polresta itu jauh lebih baik tinimbang ‘nggrundel’ di medsos semata. Ini kongkret. Saya pastikan ini bukan dibuat-buat.
Pasti ada sejumput hal nyata terkonfirmasi dari sahabat petugas di polresta. Tetapi, saya tentu tak menyentuh soal apa hasil komplet dari kunjungan dadakan duet Bung Yusdi dan Bung Ardy.
Saya hanya ingin melugaskan, bahwa tokoh dan warga Bali keturunan NTT niscaya rata-rata gusar dan murka atas laku tak beradab si pengendara tadi.
Itu lebih soal ekses kelakuan buruk oknum penggaduh di mata publik. Urusan suku bangsa terseret-seret dalam pusaran komentar netizen yang dinamis dan tak terhindarkan.
Sekali lagi mengutip majas Latin, pars pro toto, totem pro parte. Satu noda seakan membusuki susu sebelanga. Padahal, generalisasi tak senantiasa kompatibel dengan realita sosial umumnya. Kelakuan buruk si pengendara ya kelakuan oknum yang bersangkutan. Dia berdiri bebas terhadap sentimen primordial apapun.
Tetapi, gusar dan murka netizen atas perilaku buruk oknum tertentu beraroma NTT niscaya seharusnya dapat dimahfumi. Toh tempo kejadian yang memantik gaduh oleh segelintir oknum anak nakal keturunan daerah ini di Tanah Dewata telanjur meruyak secara telanjang sebelumnya. Lebih dari itu, paling kurang, kurun November sampai dengan awal Desember ini relatif beruntun potret buruk akibat ulah sejumlah oknum dimaksud.
Wajarlah kebanyakan warga Bali keturunan NTT ikut tersedak dada. Campur aduk juga rasa kesal dan murka atas kelakuan tak senonoh segelintir oknum itu. Setali tiga uanglah dengan rasa serupa di jagat kehidupan keseharian umumnya warga Bali.
Wajar juga tempo Bung Yusdi dan Bung Ardy turun gunung. Bukan hanya merapat ke polresta. Lebih dari itu, pasti mendengar lebih banyak duduk perkara. Bahkan pasti ikut kasi input yang proporsional agar polisi menindak secara terukur berdasar ukuran hukum positif.
Mengutip sekelumit harapan Bung Yusdi dan Bung Ardy kepada aparat penegak hukum. Pihaknya saat viral kejadian itu kemarin di medsos tak pelak sudah bergerak. Langkah tracing atau sisir lokasi keberadaan si oknum diinstruksi ke sejumlah anak-anak baik keturunan NTT sejak kemarin. Ini sikap responsif atas ulah si oknum yang memantik rasa jengkel dan murka tokoh Bali asal NTT tadi.
Seperti dilansir media online baliexpress.id hari ini, penyidik polresta sudah menggali keterangan. Hasil pemeriksaan terhadap pengendara dan saksi-saksi terungkap, pelaku sebelumnya mengonsumsi minuman keras dan berkendara dalam kondisi mabuk. Kini oknum dimaksud menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Kantor Satlantas Polresta Denpasar.
Penyidik siap mengganjar sanksi sesuai Pasal 311 Ayat 1 UU LLAJ yang mengatur adanya unsur sengaja mengemudikan kendaraan dengan cara atau keadaan membahayakan nyawa/barang. Ancaman pidananya berupa penjara maksimal 1 tahun atau denda maksimal Rp 3.000.000.
Soal Pengendara Ugal-ugalan Itu
Senin, 8 Desember 2025. Ada kejadian menggelikan, jika tak hendak dibilang menjijikkan. Ini menyusul beredar luas video. Dan, video dimaksud kayaknya telanjur viral di media sosial.
Lokasi kontennya niscaya di Bali. Persisnya di wilayah Pesanggaran, Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Lebih tepatnya lagi di salah satu simpang empat atau lima. Terpasang traffic light di tiga atau empat penjuru jalan utama di situ.
Ini sudah pasti peristiwa yang memviral. Jadi bahan kritis yang disinggung dan disorot di medsos. Soal oknum pengendara sepeda motor yang ugal-ugalan tadi.
Krusial lantaran suka tak suka asal daerah akhirnya memang dituding samar-samar. Kata lain, spekulasi etnis oknum tadi dikira-kira dari kawasan Timur. Ada akun netizen, bahkan menuding kontan ciri fisik si oknum. Dia memakai suku kata yang terang hendak menunjuk daerah asal oknum bersangkutan.
Bisa jadi, sekali lagi bisa jadi
Oknum tadi keturunan dari wilayah Timur. Atau, bisa jadi memang bukan berdarah Timur. Tetapi, sekali lagi, toh macam-macam komentar terkesan hendak menunjuk asalnya dari arah Timur.
Dari mana pun asal tanah kelahiran, apapun suku bangsa oknum tadi, pendeknya “persetan dengan sentimen primordial hantu blau” itu, yang niscaya ada masalah yang tak terelakkan bikin hati dan kepala panas.
Soal perilaku si oknum tadi sungguh memancing rasa jengkel, memantik rasa gusar dan kesal, bahkan mengundang rasa muak, bahkan menjijikkan. Walau galibnya narasi sekalipun tak perlu mengusik rasa sampai terkarut marut. Cukup tonton saja video berdurasi sekitar 20 detik itu. Amarah pun niscaya membuncah.
Betapapun sekadar menarasikan secara ringkas konten video tersebut akhirnya terasa perlu bahkan urgen.
Berkaca dari konten video itu. Pertama, tengoklah kendaraan roda dua yang dikendarainya. Plat kendaraannya sudah mati. Tertulis masa daluarsanya 10.24 alias Oktober 2024.
Lalu? Si oknum terang bin jelas naik motor tak pakai helm. Saat berhenti di bawah traffic light yang lagi menyala merah tampak si oknum pengendara pun sengaja menunjukkan gestur seperti seorang jagoan –jika enggan disebut berlagak seperti preman jalanan.
Beberapa detik berlalu, tempo itu, sepertinya traffic light belum menyala hijau, masih merah. Si oknum spontan tancap gas. Padahal, sejumlah mobil dari arah berlawanan masih melaju. Si begundal, untuk menunjuk manusia tak tahu aturan, tetap tancap gas.
Lebih dari itu, seorang polisi yang sedang bertugas mengatur lalu lintas di tengah suasana traffic pula rupanya si oknum sama sekali tak menggubrisnya. Dia bahkan menunjukkan sikap kurang ajar, terutama tempo melepas sejurus tendangan kilat ke arah Pak Polisi, yang membelakangi. (*)
Penulis: Syam Kelilauw,
Warga Bali Keturunan Flores





