RUTENG, BERITA FLORES- Berdasarkan data sebaran proyek tahun 2023, Pemerintah Kabupaten Manggarai melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) akan membangun empat jembatan yang tersebar di tiga kecamatan.
Diketahui dua jembatan dibangun di Kecamatan Satarmese, yakni Jembatan Wae Nanas dengan pagu 2,9 m dan Jembatan Wae Nanga Tilir dengan pagu 3,68 m bersumber dari dana pinjaman daerah.
Kemudian satu jembatan dibangun di Kecamatan Satarmese Barat, yakni Jembatan Wae Maras dengan pagu 9,2 m dan satunya lagi dibangun di Kecamatan Langke Rembong, yakni Jembatan Wae Ngali Leok dengan pagu 3,5 m bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Belakangan terungkap bahwa pengerjaan proyek jembatan di Kabupaten Manggarai, Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) itu menggunakan material berupa kuari yang diambil dari lokasi belum berizin atau ilegal.
Hal itu diakui oleh Yohanes Don Bosco, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Kabupaten Manggarai. Ia mengatakan, pihaknya merekomendasikan pengambilan kuari dari lokasi Wae Reno dan Wae Pesi.
“Macam kemarin kita punya penentuan itu, pasir pasangnya itu di Wae Reno dan pasir betonnya itu di Wae Pesi,” ujarnya kepada wartawan.
Padahal dua lokasi galian c tersebut statusnya ilegal. Sebab menurut Andreas Kantus, Kasi Minerba, Geologi, dan Air Tanah Cabang Dinas Propinsi NTT Wilayah Manggarai Raya, sejauh ini di Kabupaten Manggarai hanya ada satu lokasi galian c yang sudah berizin atau legal, yakni milik PT Menara.
“Jadi yang per Juni 2023 ini, itu tinggal Menara. Itu di Wae Pesi setelah jembatan. Jadi hanya ada satu saja per Juni ini. Di luar itu tidak ada,” kata dia.
Andreas menambahkan, dari tahun 2018 hingga 2019 pihaknya intens mendata dan mengimbau pemilik galian c di Manggarai untuk segera mengurus dokumen izin. Namun sampai saat ini tidak ada progres baik dari para pemilik galian c tersebut.
“Kalau dorongan itu pas awal-awal. Itu kami sudah sekalian pendataan, sekalian himbauan. Itu lebih banyak di tahun 2018 hingga 2019. Ketemu pihak-pihak terkait,” tambahnya.
Kontraktor Melanggar Ketentuan HPS
Yohanes Don Bosco selaku PPK mengatakan, pihaknya telah mengeluarkan surat teguran kepada tiga kontraktor yang mengerjakan jembatan di Kecamatan Satarmese dan Satarmese Barat.
Ketiga kontraktor itu ditegur lantaran menggunakan kuari yang tidak sesuai dengan ketentuan Harga Penawaran Sendiri (HPS) sebagaimana yang direkomendasi oleh pihak PPK.
“Dan saya rasa sampai dengan sekarang itu yang mereka sudah jalankan sekarang. Sejak ada teguran kemarin untuk ke tiga pelaksanaan kegiatan yang ada di Satarmese, sekarang sudah mengambil material di lokasi-lokasi yang sudah ditentukan,” katanya.
Pihaknya terus menyarankan dan merekomendasikan pengambilan material dari lokasi-lokasi yang sudah ditentukan. Sebab hal itu erat kaitannya dengan harga yang termuat dalam HPS yang telah dibuat.
Ia pun mengakui bahwa pengambilan material seperti kuari yang tidak sesuai dengan ketentuan HPS merupakan suatu kesalahan.
“Bukan hanya kesalahan dari pihak kontraktor lah, artinya dari segi pengawasannya juga tidak terlalu mendalam sampai terjadi kebocoran-kebocoran seperti itu,” lanjutnya.
Sebab itu, ia berharap pelaksanaan pengerjaan proyek jembatan yang ada tetap mengacu pada kuari-kuari yang sudah ditentukan dalam HPS. Menurutnya, salah faktor penyebab kontraktor berulah melanggar ketentuan HPS adalah terkait jarak pengambilan yang dekat.
“Artinya mungkin pengaruh jaraknya dekat, mungkin nanti ya ada penghematan di sini-sini dan itu sebenarnya menurut kami tidak boleh seperti itu. Kita sudah sepakat bahwa penentuan kuarinya sudah seperti ini, ya mau tidak mau dalam pelaksanaanya harus ikut itu,” tutup dia.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Beritaflores.com, pembangunan Jembatan Wae Maras dikerjakan oleh PT Cipta Sarana Manggarai, Jembatan Wae Nanga Tilir dikerjakan oleh CV Bakti Putra Persada, Jembatan Wae Nanas dikerjakan oleh CV Taruna Karya, dan Jembatan Wae Ngali Leok dikerjakan oleh CV Karunia Sejati Ende.
Penulis: Heri Mandela