BORONG, BERITA FLORES — Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) bersama Badan Geologi Kementerian Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di Aula Kantor Bupati Matim pada Rabu, 7 April 2021.
FGD digelar untuk membahas hasil kajian terpadu Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK). Pembahasan hasil kajian terpadu KBAK itu bertujuan untuk mengetahui sistem hidrogeologi karst di wilayah Kabupaten Manggarai Timur. Hasilnya FGD itu untuk memberikan rekomendasi terkait dengan pemanfaatan dan perlindungan bentang alam karst di daerah itu, terutama di lokasi tambang semen, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda Utara.
Kegiatan ini merupakan pengukuran obyek hidrogeologi di lapangan terhadap mata air, sungai bawah tanah, dan danau terhadap parameter besaran debit, PH, EC, temperatur, dan ion HCO3. Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas mengapresiasi dan memberi penghargaan yang tinggi kepada tim kajian KBAK yang sudah bekerja maksimal dalam melakukan penelitian di wilayah pantai utara Manggarai Timur itu.
“Atas nama Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur, saya ucapkan berlimpah terima kasih kepada Kepala Badan Geologi melalui Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan yang telah meyediakan anggaran bagi tim peneliti untuk melakukan kajian terpadu KBAK di wilayah Kabupaten Manggarai Timur,” ujar Bupati Agas.
Untuk itu, Bupati Agas berharap agar melalui FGD itu, semua pihak dapat menyeragamkan persepsi agar dapat menghasilkan penilaian yang obyektif tentang hasil penyelidikan dan kajian kawasan bentang alam karst. Bupati Agas mengklaim bahwa, FGD ini merupakan langkah tepat untuk menghasilkan kesepakatan delineasi usulan KBAK Kabupaten Manggarai Timur.
“Hasil kajian tersebut, nantinya akan disampaikan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), supaya ditetapkan sebagai kawasan bentang alam karst yang merupakan kawasan lindung geologi sebagai bagian dari kawasan lindung nasional,” urai Bupati Agas.
Diketahui, dalam FGD itu, Badan Geologi Kementerian ESDM memaparkan hasil studi karst di daerah itu. Menurut Badan Geologi, berdasarkan hasil kajian, terdapat dua bentuk karst yaitu eksokarst dan endokars sesuai dengan Permen ESDM Nomor 17 tahun 2012 tentang penetapan Kawasan Bentang Alam Karst( KBAK) yang harus dilindungi maupun yang bisa dibudidaya.
Menurut Badan Geologi, berdasarkan analisis hidrogeologi, hidrogeokimia, hidroisotop (180 dan 2H), geofisika, dan pengeboran inti di wilayah Lengko Lolok dan Tiwu Cewe menunjukkan ada tiga sistem air tanah di daerah penyelidikan yakni, 1) sistem air tanah batuan vulkanik, karst dengan sistem aliran air tanah menegah. 2) Sistem air tanah karst-epigenik dengan sistem aliran air tanah lokal, dan 3) Sistem air tanah karst-hipogenik dengan sistem aliran air tanah regional.
Oleh karena itu, berdasarkan hasil kajian terpadu KBAK Kabupaten Manggarai Timur bahwa, Karst Benteng Jawa – Pota memenuhi kriteria Perman SDM Nomor 17 Tahun 2012 sebagai Kawasan Bentangan Alam Karst (KBAK). Sedangkan, Karst Desa Satar Punda dan sebagian Karst Elar tidak memenuhi kriteria Perman ESDM Nomor 17 tahun 2012 sebagai Kawasan Bentangan Alarm Karst (KBAK).
Diaspora Kritik Hasil FGD
Menanggapi hal itu, Koordinator Kelompok Diaspora Manggarai Raya Flory Santosa Nggagur mengatakan, pihaknya sangat kecewa dengan kesimpulan hasil penelitian Badan Geologi, walaupun sesungguhnya sudah diprediksi sebelumnya. Badan Geologi memang secara ilmiah melakukan pemetaan kawasan KBAK yang harus dikonservasi.
“Tetapi, jaringan geologis tidak cukup dibatasi oleh garis batas di dalam peta, karena adanya keterkaitan dengan surounding area atau area lain di sekitar KBAK tersebut,” ujarnya kepada wartawan melalui keterangan pers Rabu, 7 April 2021.
Flory menegaskan, Badan Geologi Kementerian ESDM mengabaikan fakta hasil riset lain mengenai adanya Cekung Air Tanah (CAT) wilayah Reo – Riung yang nota bene terletak di bagian utara atau hilir dari kawasan yang direkomendasikan sebagai KBAK dan terletak sebagian di area rencana penambangan batu gamping, Desa Satar Punda. Adanya CAT ini kata dia, tidak berdiri sendiri tetapi berhubungan dengan kawasan KBAK sebagai hulu resapan air.
“Dengan demikian maka kegiatan pertambangan dikhawatirkan akan merusak CAT misalnya terjadi longsor dinding CAT, sehingga daya tampung air akan berkurang. Dampak ekologisnya adalah adanya potensi banjir bandang atau sumber air untuk warga berkurang,” terang Flory.
Oleh karena itu, lanjut dia, maka Kelompok Diaspora beranggapan bahwa, seharusnya kawasan KBAK dan CAT mesti menjadi satu kesatuan kawasan yang harus dikonservasi baik melalui penetapan sebagai KBAK, maupun melalui Perda Perlindungan Mata Air di Kabupaten Manggarai Timur. Keputusan perluasan area konservasi ini memang memerlukan political will yang kuat dari Pemda Manggarai Timur, untuk mengambil sikap yang berpihak pada kelestarian ekologis serta pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dalam jangka panjang yaitu air dan udara yang bersih.
Ia juga menghimbau kepada Pemda Matim untuk merespon secara bijak hasil penelitian Badan Geologi dengan menempatkan kepentingan jangka panjang menjadi prioritas dibanding keuntungan finansial jangka pendek. Rekomendasi Badan Geologi berupa pemanfaatan atau budidaya terbatas atas area di luar KBAK. Terutama di wilayah Desa Satar Punda serta memberikan perlindungan mata air hendaknya diterjemahkan dalam aturan main yang jelas dan diimplementasikan dengan konsisten dalam konteks kelestarian lingkungan. (R11/BEF).