BORONG, BERITA FLORES – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) langsung menahan SP (43), sebagai tersangka kasus dugaan persetubuhan anak di bawah umur asal Desa Sipi, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur). SP kini mendekam di balik jeruji besi Polsek Borong.
Kasat Reskrim Polres Manggarai Timur, Iptu Deddy Karimoy menjelaskan hal itu kepada wartawan di Borong, Rabu, 3 Februari 2021.
“Sebelumnya tersangka ini kita periksa sebagai saksi atas dugaan persetubuhan seorang anak di bawah umur. Dari hasil pemeriksaan itu, tersangka mengakui perbuatanya,” ujarnya.
Menurut Kasat Deddy, tersangka SP ditahan untuk kepentingan penyelidikan. Selanjutnya, pihaknya akan memeriksa saksi lain, termasuk nantinya melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Semua itu demi melengkapi syarat formil material dalam kasus tersebut atau kepentingan pelimpahan ke pihak kejaksaan.
“Korban dalam kasus ini sudah diambil keterangan. Korban dan tersangka berasal dari satu desa. Kasus ini sebelumnya dilaporkan ke Polres Ngada karena orangtua korban, tinggal di Bajawa, Kabupaten Ngada. Tapi karena TKP di Matim, laporannya diteruskan ke Polres Matim,” jelas Kasat Deddy.
Baca: Korban Pemerkosaan di Matim: Sebelum Saya Diperkosa Dia Paksa Saya Makan Kue
Kasat Dedy yang didampingi KBO Reskrim, Ipda Yostan A. Lobang menjelaskan, berdasarkan keterangan korban dalam laporan ke Polres Matim menyebutkan bahwa perbuatan yang dilakukan tersangka sudah sejak Februari 2019. Saat itu korban dipaksa oleh pelaku untuk bersetubuh. Terakhir korban diperkosa pada Juni 2020. Akibat perbuatan cabul itu, korban kini mengandung bayi dengan usia 7 bulan.
Selain itu, kata Deddy, dari keterangan yang ada, korban disetubuhi lebih dari satu kali. Pernah ketika usai menyetubuhi paksa korban, pelaku memotret korban dalam kondisi tanpa busana.
“Akibat perbuatanya, tersangka dijerat dengan undang-undang perlindungan anak. Ancaman hukumannya di atas 5 tahun penjara. Tahun 2021, ini kasus persetubuhan anak di bawah umur yang dilaporkan ke Polres Matim,” jelas Deddy.
Deddy menyebutkan, di Matim, kasus persetubuhan anak di bawah umur terbilang tinggi. Sementara yang ditangani Polres Matim tahun 2020 lalu, jumlahnya sangat tinggi, yakni mencapai 10 kasus. Semuanya sudah dilimpahkan ke Kejaksaan. Sementara tahun ini, baru satu kasus, yakni di Desa Sipi.
“Sangat disayangkan bahwa kasus persetubuhan anak di bawah umur di Matim begitu tinggi. Ini jumlah yang dilaporkan ke polisi. Saya tidak tahu kasus yang tidak lapor ke polisi. Masa depan anak ini kita harus jaga, dan ini peran semua pihak. Saya minta pemerintah, untuk lakukan sesuatu yang bisa menekan kasus seperti ini,” pinta Deddy. (TIM).