BORONG, BERITA FLORES – Tim peneliti Badan Geologi Kementerian ESDM kembali melakukan penelitian di kawasan karst di Kampung Lengko Lolok, Kampung Luwuk, dan Kampung Serise, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi NTT. Penelitian tahap kedua ini dilaksanakan selama seminggu dimulai pada Senin 5 Oktober 2020 dengan melibatkan Ahli Hidrogeologi, Dr. Taat Setiawan, S.T.,M.T.
Berdasarkan pantauan wartawan di lokasi penelitian, Tim Badan Geologi didampingi perwakilan pihak perusahaan PT Istindo Mitra Manggarai, Hans Aoer; Ketua PMKRI Ruteng, Heri Mandela dan Perwakilan Serikat Pemuda (SP-NTT) Se-Jabodetabek, Guntur Halilintar dan Gestri Ndahur.
Tim Badan Geologi yang terdiri dari seorang ahli Hidrogeologi dan seorang ahli lingkungan melakukan penelitian di sejumlah lokasi seperti, Mata Air Mentau, Mata Air Persawahan Luwuk, Mata Air Ulung Luwuk dan Mata Air Pinggir Pantai Kampung Serise, Desa Satar Punda. Usai meneliti sejumlah mata air, Tim Badan Geologi kemudian bergeser ke Kampung Lengko Lolok untuk meneliti keberadaan endokarst dan eksokarst.
Pada kesempatan itu, Tim Geologi ini menemukan Ponor di Bea Mberong, Kampung Lengko Lolok. Untuk diketahui, lokasi Bea Mberong, Kampung Lengko Lolok merupakan tempat keberadaan Ponor atau Liang. Lokasi ini termasuk dalam kawasan IUP (Izin Usaha Pertambangan) seluas 599 ha milik PT Istindo Mitra Manggarai untuk aktivitas penambangan batu gamping sebagai material pabrik semen PT Singa Merah NTT di Kampung Luwuk, Desa Satar Punda.
Ahli Hidrogeologi, Dr. Taat Setiawan mengatakan, salah satu ciri Kawasan Bentangan Alam Karst (KBAK) adalah adanya Ponor atau Liang atau Lueng. Ia menjelaskan, Ponor ini adalah bagian dari suatu sistem hidrologi karst sebagai tempat masuknya air permukaan ke dalam lapisan bebatuan atau ke bawah permukaan.
“Ponor itu ada yang sifatnya permanen, misalnya ada air sungai masuk tetapi ada yang tidak permanen. Nah, kalau untuk Ponor ini, alirannya tidak permanen. Jadi ada aliran permukaan menuju suatu titik, tempat meresapnya air hujan. Jadi Ponor ini, memasukan air ketika ada hujan,” jelas Doktor Taat.

Alumnus Teknik Geologi UGM (Universitas Gadjah Mada) itu menguraikan bahwa, Ponor atau Liang itu pasti banyak ditemukan di Kawasan Bentangan Alam Karst sebagai alur-alur permukaan menampung air hujan masuk ke dalam suatu liang. Jadi ada sistem pemasukan air yang bersifat poin pada suatu titik.
Mekanisme Penetapan KBAK
Doktor Taat menjelaskan tentang mekanisme penelitian hingga penetapan kawasan karst hingga hasil penelitian ilmiah itu bisa disampaikan kepada publik. Ia mengatakan, pertama, penelitian dilakukan oleh Tim Peneliti Geologi Lingkungan bertujuan untuk mengidentifikasi fenomena Bentangan Alam Karst seperti perbukitan alam karst, kerucut karst, gua, sungai bawah tanah, stalagtit, stalagmit sebagai suatu sistem endokarst.
“Setelah Tim Geologi Lingkungan secara visual mengidentifikasi Bentangan Alam Karst, selanjutnya Tim Hidrogeologi lebih teliti lagi melakukan penelitian terhadap mata air,” ujarnya kepada wartawan di sela-sela kegiatan penelitian di Kampung Luwuk pada Selasa, 6 Oktober 2020.
Doktor Taat mengungkapkan, dirinya selaku Ahli Hidrogeologi meneliti secara detail dengan menghitung debit untuk keperluan neraca air, kemudian analisis hidrokimia, dan isotop untuk mengetahui air itu bersumber dari mana. Apakah bersifat lokal atau dari jauh, Tim Hidrogeologi mengidentifikasi dan akan memastikan sistem air itu bersumber dari mana.
“Nah, setelah saya mengidentifikasi bahwa sistem air berasal dari sini, selanjutnya dibuktikan dengan ahli geofisika,” kata dia menerangkan.
Magister Teknik Airtanah ITB itu menjelaskan, selanjutnya nanti ahli geofisika akan melakukan pembuktian dengan menggunakan alat geofisika. Pembuktian itu dilakukan untuk mengetahui lapisan pembawa air di sekitar mata air itu pada kedalaman berapa. Hasil penelitian ahli Geofisika bersifat interpretatif dengan menggunakan alat, apabila dibandingkan dengan ilmu kedokteran sama dengan USG.
“Kemudian dibuktikan dengan pengeboran. Dibor secara lansung pada daerah tertentu dan yang penting. Dibor di daerah yang diduga ada apifernya atau lapisan air, apakah ada airnya atau tidak,” pungkas dia.
Usai pemboran dilakukan, setelah itu Tim Badan Geologi yang terdiri dari ahli Lingkungan, ahli Hidrogeologi, ahli Geofisika dan ahli Pemboran akan menentukan daerah mana yang harus dilindungi agar tidak boleh diganggu. Bahkan kata dia, akan dilarang untuk aktivitas pertambangan jenis apapun.
“Dari beberapa ahli, kami menentukan bahwa daerah mana yang memang perlu perlindungan. Apakah semuanya atau tidak. Tentunya nanti akan dibahas di level pimpinan,” terang Doktor Taat.
Ia mengaku, pihaknya hanya meneliti kawasan karst yang sifatnya data ilmiah. Pihaknya juga akan melakukan publikasi atau sosialisasi baik terhadap pemerintah daerah, pihak perusahan tambang semen maupun terhadap masyarakat secara umum.
Sementara itu, Ahli Geologi Lingkungan, Aris Dwi Nugroho mengatakan, kawasan karst itu ada empat level yakni level 1, 2, 3 dan level 4. Aris menjelaskan, kawasan karst level satu (1) adalah semua sebaran batu gamping yang teridentifikasi. Semua sebaran batu gamping itu akan dimasukan ke level satu.
“Artinya apapun jenis batu gamping, itu kita masukan ke level satu,” jelas dia.
Lebih lanjut Aris menjelaskan, untuk level dua itu sebenarnya penelitian yang sedang dilakukan sekarang. Saat ini, pihaknya menentukan delinieasi terlebih dahulu, mana yang harus dilindungi dan mana yang harus dibudidaya atau diusahakan misalnya dipakai untuk pemukiman dan untuk ladang selama itu tidak mengganggu morfologi dan tidak mengganggu bentangan alamnya.
“Terhadap level dua, itu diusulkan oleh pemerintah daerah kabupaten atau provinsi tergantung kewenangannya. Kalau lintas kabupaten itu diusulkan oleh pihak provinsi, setelah itu masuk ke level empat,” papar dia.
Ia menjelaskan, setelah melalui usulan tadi, selanjutnya Menteri bisa menetapkan menjadi KBAK (Kawasan Bentangan Alam Karst). Akan tetapi, dalam penetapan ini, harus diuji terlebih dahulu melalui FGD (Forum Group Discussion). Jadi sebelum ditetapkan, semua pihak harus satu persepsi atau satu pandangan terlebih dahulu.
“Jadi sebelum ditetapkan harus satu kata dulu, jangan sampai nanti pas sudah kita tetapkan, nanti dibilang sama pemerintah daerah jangan luas-luas dong karena kami mau bangun hotel di sini, itu nanti ada kesepakatannya sendiri. Di situ nanti kita berunding lagi,” ujarnya.
Aris mengakui, berdasarkan pengalaman Tim Geologi selama ini bahwa agenda Forum Group Discussion bersama stakeholder bisa digelar sebanyak lebih dari lima (5) kali sebelum menghasilkan sebuah keputusan untuk menetapakan KBAK.
“Apalagi ini bersentuhan dengan investor, sehingga membutuhkan waktu lama, karena menentukan batas mana sih yang perlu dilindungi dan tidak,” urai dia.
Menurut Aris Dwi Nugroho, bentuk eksokarst dan endokarst tertentu sebagaimana dimaksudkan pada pasal 4 ayat (1) Permen ESDM Nomor 17 tahun 2012 tentang penetapan KBAK harus mempunyai kriteria sebagai berikut; 1). Memiliki fungsi ilmiah sebagai obyek penelitian bagi pengembangan ilmu pengetahuan; 2). Memiliki fungsi sebagai daerah imbuhan air tanah yang mampu menjadi media meresapkan air permukaan ke dalam tanah; 3). Memiliki fungsi sebagai media penyimpanan air tanah secara permanen dalam bentuk akuifer; 4). Memiliki mata air permanen; 5). Memiliki gua yang membentuk sungai atau jaringan sungai bawah tanah. (R11/TIM).