RUTENG, BERITA FLORES- Kepala Sekolah (Kepsek) SMK Negeri 1 Wae Ri’i, Yustin M.D Romas didemo sejumlah guru PNS dan guru komite di sekolah itu pada Senin pagi, 13 Juli 2020. Saat berdemonstrasi di depan gerbang sekolah, para guru meminta Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat segera memberhentikan Yustina dari jabatan Kepsek karena diduga korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Merespon aksi para guru tersebut, Kepsek Yustina mengatakan, aksi tersebut tidaklah berdasar. Ia pun membantah tudingan korupsi dana BOS karena penggajian guru dan pegawai komite pada masa Covid-19 yang dianggap tidak berprikemanusiaan. Meski begitu, Kepsek Yus, begitu ia akrab disapa, membenarkan nominal gaji yang diterima para guru seperti yang diungkapkan para demonstran (Rp150.000, Rp210.000, Rp225.000, Rp320.000, Rp370.000, dan Rp 400.000).
Baca: Diduga Korupsi Dana BOS, Kepsek SMK Negeri 1 Wae Rii Diminta Mundur
Namun, nominal tersebut menurut Kepsek Yustina dihitung berdasarkan kinerja dari para guru di lembaga vokasi itu. Menurut Yustun, memang selama masa pandemi Covid-19, terutama dari April hingga Mei 2020, pembelajaran di SMKN 1 Wae Ri’i cendrung dilakukan secara daring (dalam jaringan/online). Ia mengaku, karena alasan pandemi covid-19, pihak sekolah telah memberikan keringanan kepada siswa untuk tidak membayar uang komite selama 2 bulan terhitung dari April hingga Mei 2020 untuk pembelian paket data.
“Lantas, darimana sumber dana untuk bayar gaji guru komite?,” ujarnya kepada wartawan usai mendengar orasi para demonstran di depan gerbang di sekolah itu.
Baca: Kepsek Diminta Kelola Dana BOS Secara Efisien
Untuk mengantisipasi kekurangan gaji guru tersebut, Kepsek Yustina pun memanfaatkan sebesar 15% dari dana Biaya Operasional Sekolah (BOS). Menurut Yus, dalam petunjuk teknis (Juknis) BOS disebutkan, besaran honorarium para guru didasarkan pada kinerja dari para guru. Untuk itu, pembayaran honor guru didasarkan pada persentase kinerja mereka.
Kinerja Guru
Ia mengatakan, persentase kinerja guru dihitung berdasarkan seberapa banyak siswa yang diampuh oleh para guru secara daring. Kepsek Yustina pun mencontohkan, jika guru A memiliki jumlah siswa 100 dan yang diampuh oleh guru A secara daring sebanyak 40 orang siswa, artinya hanya 40% siswa yang diampuh oleh guru A. Oleh karena itu, guru hanya berhak mendapatkan honor sebesar 40% dari gaji yang seharusnya ia dapatkan.
Masih menurut Kepsek Yustina, metode pembayaran honor berbasis kinerja ini sangat membantu dirinya untuk mengontrol kinerja guru. Ia mengakui, pada bulan Mei 2020, cara ini berdampak positif terhadap siswa dan guru. Jumlah siswa yang belajar secara daring mengalami peningkatan, bahkan persentasi gaji guru juga meningkat drastis.
Kepsek Yustin juga mengklarifikasi terkait dua (2) guru perempuan yang mengalami tekanan psikologis dan mengundurkan diri. Yustina menjelaskan, pihak sekolah menginstruksikan agar selama masa pandemi covid-19 para guru bekerja dari rumah. Juga melaksanakan pembelajaran secara daring. Bukan berlibur. Namun, guru atas nama Yusta Manto justru pulang ke Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat.
“Sebagai guru Bimbingan Konseling (BK) dia tidak sedikitpun mengatasi masalah siswa yang terkendala dengan pembelajaran jarak jauh,” ungkap dia.
Guru bernama Yusta Manto itu, kata dia, tidak memberikan laporan pembelajaran sejak April hingga Mei, bahkan tidak muncul untuk membawa laporan untuk disupervisi oleh kepala sekolah.
“Sehingga dalam penggajian, dia kosong. Tetapi, hak-hak lain tetap diberikan. Pada bulan Juni, guru Yusta menyampaikan bahwa dia mau mengundurkan diri untuk program kehamilan karena selama ini ia tinggal terpisah dengan suaminya di Kupang,” pungkas dia.
Sementara terkait guru bernama Ani, guru sendratasik, menurut Kepsek Yus, sejak diberlakukan pembelajaran dari rumah hingga kini, guru tersebut tidak pernah muncul di sekolah untuk berkoordinasi dengan pihak kepala sekolah.
“Laporan dia kirim dari jauh, bahkan tidak menyerahkan permohonan perpanjangan kontrak. Guru Ani juga tidak pernah hadir di sekolah untuk mengklarifikasi persoalan dirinya terkait uang sekolah siswa yang diserahkan kepadanya,” beber Kepsek Yustin.
Proyek Sumur Bor
Kepsek Yustin pun mengklarifikasi terkait proyek pembangunan sumur bor dan malah merenovasi gedung sekolah di saat merebaknya pandemi Covid-19 sehingga berdampak terhadap biaya transportasi dan pulsa paket para guru tidak diberikan.
Yustina menjelaskan, kedua kegiatan tersebut dilakukan pada saat “new normal”. Terkait sumur bor, Yustina menerangkan, kebijakan ini diambil karena 3 meteran air PDAM yang mereka miliki sering mengalami kemacetan. Bahkan hanya mengalir pada awal pemasangan meteran tahun 2019. Ia pun belum bisa memastikan besaran pagu anggaran proyek sumur bor tersebut.
“Saat ini kita belum bisa pastikan pak, karena kesepakatan kita dengan pemilik usaha sumur bor ini adalah, Rp.1 juta satu meter. Mereka sudah buat beberapa kali tetapi tidak menemukan air, sampai akhirnya di bor yang ketiga baru mereka menemukan air. Ada air kami bayar, tidak ada air kami tidak bayar dan air sudah mengalir ke bak tinggal diinstalasi ke semua toilet dan kebutuhan lain di sini,” ujarnya.
Sementara, di masa new normal, para guru dan siswa diwajibkan mengikuti protol kesehatan penanganan Covid-19, salah satunya selalu mencuci tangan pakai sabun. Dalam hal ini, air sangat dibutuhkan.
“Lalu, terkait uang pulsa para guru untuk melakukan pembelajaran secara daring, seharusnya para guru bisa menyisihkan sedikit uang dari gajinya untuk pulsa,” pungkas dia.
Bisnis Seragam
Yustina menguraikan, sebagai kepala sekolah dirinya tentu memiliki hak untuk menentukan pihak ketiga dalam pengadaan pakaian seragam di sekolah itu. Menurut dia, pihaknya hanya membangun komunikasi dengan pemilik barang. Ia mengaku, tidak ikut mengurusi pakain seragam siswa.
“Bukan saya yang urus. Soal pengumpulan uang itu, oleh koordinator pakaian seragam dan wali kelas. Saya tidak pegang uang. Kalau kelas 11 dan 12 itu, ada kebijakan untuk bagi saja seragam, nanti uangnya menyusul, tetapi ada juga orangtua yang belum membayar uang seragam bahkan anaknya sudah naik kelas tiga,” kata dia.
Pengadaan Barang Bekas
Kepsek Yustina membenarkan bahwa, pihaknya telah membeli mesin fotokopi bekas pada 2018. Mesin itu kata dia, digunakan untuk keperluan sekolah. Kini kondisi mesin itu sudah rusak dan ia berjanji akan memperbaiki. Pihaknya juga melakukan pengadaan mesin pompa bensin mini tetapi saat ini tidak dimanfaatkan. Mesin ini bertujuan untuk digunakan kebutuhan di sekolah. Namun, menurut dia, selama pandemi covid-19 pom bensin itu tidak digunakan karena sebagian besar guru dan karyawan bekerja dari rumah.
Pemberhentian Pegawai
Menurut Yustin, pihak sekolah tidak memecat 3 tenaga pegawai komite tetapi dirumahkan selama masa pandemik covid-19. Pegawai bernama lengkap Ermelinda Oja selaku pegawai kantin tidak dapat bekerja, karena selama anak-anak belajar dari rumah, kantin tidak difungsikan, secara otomatis kantin tidak memberikan kontribusi keungan kepada komite sebagai suber penggajian Ermelinda.
“Kemudian, seorang satpam sekolah tidak bisa menjalankan tugas pengamanan ketika pihak sekolah meminta untuk menjalankan tugas pengamanan pada malam hari. Karena pegawai satpam beralasan tidak bisa tinggalkan keluarga pada malam hari,” ujarnya.
Kepemimpinan Otoriter
Menurut Yustina, kepala sekolah adalah pemimpin atau top manager di dalam suatu lembaga pendidikan. Ia mengatakan, sebagai top manager, kepala sekolah tentu banyak berpikir untuk kemajuan sekolah. Bahkan ia mengklaim, banyak keputusan dapat diambil tanpa harus melibatkan dewan guru, tetapi cukup oleh tim manajemen sekolah selama keputusan itu untuk kemajuan sekolah.
“Lalu, soal persyaratan uang 1 juta rupiah untuk murid baru tahun ajaran 2020/2021, uang tersebut diperuntukkan untuk 5 pakaian seragam, ransel, foto, dan kaus kaki,” tegas Kepsek Yustin.
Fungsi Mobil Sekolah
Ia mengatakan, terkait dengan mobil sekolah tersebut, awalnya dirinya memakai kendaraan pribadinya bermerek panther untuk mengangkut air dari rumahnya untuk dibawah ke sekolah itu menggunakan jeriken. Bahkan diangkut setiap hari ke sekolah. Ia juga rela bangun pagi untuk mengisi air di 12 jeriken.
“Untuk ceboknya itu guru-guru. Untuk minumnya itu guru-guru, tapi saya kan perlu sayang saya punya barang (mobil). Lalu karena itu, kami dengan komite bisa tidak, kita pengadaan mobil dengan sistem kredit. Komite menyetujui, lalu mobil ini kami kredit. Taro di rumah saya karena memang air yang di bawah ke sekolah ini, air dari rumah saya. Apakah mereka tahu saya telah berkorban, bahkan jam 5 pagi saya sudah bangun untuk isi itu jeriken supaya jam 7 saya ada di sini. 12 jeriken saya bawa dari rumah,” kata dia. (R11).