RUTENG, BERITA FLORES- Puluhan guru ASN (Aparatur Sipil Negara) dan guru komite SMK Negeri 1 Wae Rii menggelar aksi demonstrasi di depan gerbang sekolah itu pada Senin, 13 Juli 2020. Para demonstran mendesak Kepala Sekolah SMKN 1 Wae Rii, Yus Maria D Romas agar segera mundur dari jabatannya karena diduga melakukan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Berdasarkan pantauan Beritaflores.com, puluhan guru melakukan orasi secara bergantian di depan pintu masuk SMKN 1 Wae Rii, Desa Bangka Kenda, Kecamatan Wae Rii menggunakan sebuah pengeras suara (megaphone). Para demonstran mulai menggelar aksi tepat pukul 10.00 waktu setempat. Puluhan aparat kepolisian dari Polres Manggarai bersama beberapa anggota TNI dikerahkan ke lokasi untuk mengamankan demonstrasi tersebut. Pada kesempatan itu, di bawah terik matahari para demontran juga turut membacakan puisi.
Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi Demonstrasi, Fransiskus Jehoda dalam orasinya mengatakan, dirinya sebagai pendidik SMK Negeri 1 Wae Ri’i merasa senasib dan sepenanggungan dengan teman-teman guru komite SMK Negeri 1 Wae Ri’i karena harkat dan martabat mereka diinjak-injak, dilecehkan, direndahkan oleh kebijakan Kepala SMK Negeri 1 Wae Ri’i, Yustin Maria D. Romas, S.Pd Ek.
“Kami menemukan tidak adanya transparansi dalam pengelolaan dana di SMK Negeri 1 Wae Ri’i yang berdampak pada adanya dugaan penyalahgunaan dana baik yang bersumber dari partisipasi orangtua, Dana BOS, dan yang lebih heboh adalah pengelolaan uang seragam dan sepatu siswa,” tegas Fransiskus.
Ia menegaskan, sebagai pendidik, baik guru berstatus komite maupun guru berstatus PNSD merasa bahwa kepemimpinan Kepsek Yustin Maria D. Romas, S.Pd Ek sangat otoriter. Bahkan acapkali memaksakan kehendak, dan tidak menciptakan situasi kondusif di sekolah itu.
Fransiskus menguraikan, penggajian guru dan pegawai komite pada masa Covid-19 sangat tidak berprikemanusiaan. Padahal kata dia, guru adalah pendidik generasi muda yang harus diperlakukan secara manusiawi. Para guru bukanlah babu yang diperlakukan secara tidak adil, tidak bermartabat, dan tidak berprikemanusiaan.
Ia manambahkan, apa yang dilakukan oleh Kepala SMK Negeri 1 Wae Ri’i dengan memberikan gaji kepada guru komite pada bulan April dan Mei 2020 merupakan sebuah penghinaan dan perendahan martabat guru. Pasalnya, pada bulan April 2020, setidaknya ada 2 guru komite sama sekali tidak diberikan gaji.
“Ada yang diberikan gaji Rp150.000, Rp210.000, Rp225.000, Rp312.000, Rp370.000, Rp312.000, Rp400.000 (Data lengkapnya: terlampir). Sedih. Sakit. Di tengah wabah, guru komite harus menghidupi diri, keluarga dan anak-anak dengan uang sejumlah itu. Dengan uang sejumlah itu pula kami harus membeli pulsa paket untuk pelaksanaan pembelajaran daring. Ada apa semua ini? Apakah karena tidak ada uang?,” kritik dia.
Ia juga menguraikan, dua guru perempuan mengalami tekanan psikologis dan mengundurkan diri. Bahkan lebih menyedihkan juga adalah guru atas nama Yusta Helena Manto, S.Pd (Guru BP/BK) dan (guru Seni Budaya), di mana tidak dibayar gajinya selama dua bulan lalu mendapatkan intimidasi, diancam untuk dikeluarkan dari sekolah pada tahun pelajaran 2020/2021.
“Karena takut, dua guru ini akhirnya mengundurkan diri dari sekolah,” ungkap dia.
Selain itu, proyek pembangunan sumur bor dan renovasi gedung malah dibangun saat merebaknya wabah Covid-19, sehingga biaya transportasi dan pulsa paket para guru tidak diberikan. Pada saat guru komite mendapatkan ketidakadilan di atas, Kepsek Yustin malah mengalokasikan anggaran pembangunan sumur bor bernilai sekitar 80-an juta bersumber dari dana BOS tahun anggaran 2020. Sementara pada tahun 2019, sudah dibangun instalaasi air PDAM dengan 3 meteran di sekolah.
Ia mengungkapkan, proyek pembangunan sumur bor ini tidak melalui pertimbangan dewan guru. Para demonstran menilai, pembangunan sumur sangat tidak urgen, karena sekolah itu sudah memiliki meteran air PDAM. Tak hanya itu, para guru pun mempersoalkan pembangunan renovasi gedung dari dana BOS pada masa covid-19.
Fransiskus menegaskan, pada saat guru komite menjerit ketiadaan uang untuk biaya transportasi dan komunikasi daring untuk menjangkau siswa, Kepsek Yustin malah tidak mengalokasikan satu rupiah pun dana BOS untuk pembelian pulsa paket bagi guru-guru demi kelancaran pembelajaran daring.
“Pertanyaannya, bagaimana guru-guru melakukan proses pembelajaran daring ketika mereka tidak mendapatkan gaji secara layak? Untuk bertahan hidup saja, itu belum cukup,” kata Jehoda.
Bisnis Seragam
Para guru menduga Kepsek Yustin Romas telah melakukan bisnis pakaian seragam. Hal ini tentu bertentangan dengan Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam. Bahkan pada tahun pelajaran 2020/2021, siswa baru harus membayar uang pakaian seragam sebesar Rp1.000.000 sebagai syarat utama untuk diterima di SMK Negeri 1 Wae Ri’i. Sementara, kebijakan pengadaan seragam siswa ini dari tahun ke tahun selalu menuai masalah. Siswa dikorbankan. Fakta yang kami temukan bahwa bahwa masih banyak siswa yang sekarang sudah kelas XI dan XII belum mendapatkan seragam yang dimaksud seperti seragam pramuka dan sepatu.
Pengadaan Barang Bekas
Para demonstran juga mencium aroma markup anggaran dengan modus pembelian barang bekas seperti 1 unit mesin foto copy yang dibeli pada tahun 2018 dan keadaannya sekarang sudah rusak. Bahkan ada pembelian pompa bensin mini second (bekas) tahun anggaran 2019 dan keadaannya sekarang sudah tidak digunakan lagi.
Pemberhentian Guru Komite
Pada saat aktivitas di sekolah dilakukan secara daring, setidaknya ada tiga (3) pegawai guru komite yang dipecat atas nama Ermelinda Oja (pegawai kantin), Fransiskus Asisi (tukang kebun), dan seorang satpam sekolah dengan alasan kinerja yang tidak sesuai dengan harapan kepala sekolah. Keputusan ini pun tidak melalui pertimbangan dewan guru dan pengurus komite.
Kepemimpinan Otoriter
Para demonstran menilai, kepemimpinan yang ditunjukkan oleh Kepsek Yus Maria D. Romas, S.Pd Ek di SMK Negeri 1 Wae Ri’i sangat otoriter, bahkan seringkali memaksakan kehendak. Setiap memimpin rapat, selalu diawali dengan marah-marah. Konsekwensinya, guru dan pegawai tidak mau memberikan pendapat dan pikiran, apa lagi guru komite. Kepala Sekolah selalu memaksakan keinginian (kehendak) dalam membuat kebijakan di sekolah.
Proyek Sumur Bor
Proyek pembangunan sumur bor pada masa covid-19 tanpa melalui musyawarah bersama para guru di SMKN 1 Wae Rii. Pembangunan sumur BOR ini dikerjakan sebelum dilakukan revisi terhadap RKAS tahun 2020. Kebijakan pelaksanaan PPDB tahun Pelajaran 2020/2021 dengan mewajibkan setiap calon peserta didik baru membayar Rp1.600.000, dengan perincian Rp1.000.000 uang pakaian, dan Rp600.000 uang komite untuk satu semester, tanpa mempertimbangkan situasi covid-19 yang sedang dialami oleh orangtua murid.
“Ini menjadi syarat mutlak untuk diterima di SMK Negeri 1 Wae Ri’i. Konsekuensinya, banyak siswa yang sudah mendaftar dan tidak diterima karena tidak memiliki uang sejumlah itu,” pungkas dia.
Menurut para demonstran, berdasarkan data PPDB Tahun 2020 menemukan bahwa siswa yang mendaftar sebanyak 512, sementara yang lulus seleksi sebanyak 397, sedangkan yang mendaftar ulang hanya sebanyak 374 siswa. Para demonstran juga menduga dan mendapatkan informasi bahwa siswa yang tidak mendaftar ulang dikarenakan mereka tidak memiliki uang sejumlah Rp1.600.000. Bahkan para guru sering dituduh melaporkan kepada pihak luar termasuk wartawan setiap ada kejanggalan di sekolah itu termasuk pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler, apel, dan ujian tertulis pada masa covid-19. Hal ini tentu menimbulkan rasa tidak aman, tidak tenang dan benar-benar menimbulkan ketakutan bagi para guru dan pegawai di sekolah itu.
Segera Dicopot
Berasarkan fakta dan situasi di atas, maka pihaknya menyampaikan pernyataan sikap sebagai berikut: menyatakan mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Kepsek SMK Negeri 1 Wae Ri’i, Yustin Mari D. Romas, S.Pd Ek. Demi kemajuan dan rasa keadilan bagi guru dan pegawai SMK Negeri 1 Wae Ri’i, para demonstran meminta kepada Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat untuk segera memberhentikan Yus Maria D. Romas, S.Pd Ek dari jabatannya sebagai Kepala SMK Negeri 1 Wae Ri’i.
“Apabila tuntutan ini tidak diindahkan, maka kami akan melakukan mogok mengajar pada tahun pelajaran 2020/2021, sampai kami mendapatkan keputusan yang adil terhadap persoalan ini, dan kami bersedia untuk dimutasikan dari SMK Negeri 1 Wae Ri’i. Segara buatkan pertanggungjawaban penggunaan dana komite tahun pelajaran 2019/2020 sebelum penentapan anggaran tahun 2020/2021,” urai dia.
Para demonstran meminta, mobil operasional milik sekolah harus diparkir di sekolah supaya tidak digunakan untuk kepentingan pribadi olek Kepsek Yustin. Ia mengaku, aksi ini dilakukan karena mereka mencintai lembaga SMK Negeri 1 Wae Ri’i. Para guru kata Fransiskus, ingin mengabdikan diri sebagai tenaga pendidik bagi siswa maupun siswi yang sedang menunutut ilmu dan merajut masa depannya di SMK Negeri 1 Wae Ri’i.
“Semangat pengabdian kami menjadi kendur ketika kami berhadapan dengan suasana SMK Negeri 1 Wae Ri’i di bawah kepemimpinan Sdr. Yus Maria D. Romas, S.Pd Ek,” ujarnya. (TIM).