Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas saat memberikan keterangan pers kepada awak media di ruang kerjanya Kamis, 23 April 2020. (Foto: Beritaflores).

BORONG, BERITA FLORES- Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas sebelumnya dituding sebagai ‘makelar’ jual beli tanah antara warga Lingko Lolok dan warga Luwuk. Lahan milik warga Luwuk untuk dijadikan lokasi perusahaan pabrik semen PT Singa Merah sedangkan lahan milik warga Lingko Lolok merupakan sumber material pabrik semen berupa batu gamping yang bakal dikelola oleh PT Istindo Mitra Manggarai.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus menuding Bupati Agas menjadi makelar tanah karena diduga membujuk warga Lingko Lolok dan Luwuk untuk menjual tanah mereka kepada perusahaan pabrik semen. Bahkan TPDI menilai bahwa, Bupati Agas Andreas sengaja menggelar pertemuan dengan warga Lingko Lolok dan warga Luwuk untuk memuluskan proses pembebasan lahan pabrik semen tersebut.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus, SH. (Foto: Suaraflores).

Petrus menegaskan, makelar tanah memang sebuah profesi yang sah dan menjanjikan. Namun jika makelar tanah ini diperankan oleh seorang bupati, maka inilah yang “disayangkan” oleh banyak pihak, karena makelar tanah hanya berbicara untung rugi bagi dirinya. Sedangkan seorang bupati oleh undang-undang diharuskan mendahulukan kemaslahatan warganya dari praktek-praktek makelar tanah yang menghisap darah dan keringat warga.

“Bagaimana ini bisa terjadi, bisa saja karena faktor serakah untuk mempertebal pundi-pundi atau karena tidak taat asas pemerintahan yang baik, atau tidak taat hukum lantas tabrak etika demi hobi nyambi di luar jam kerja sebagai makelar tanah,” kritik Petrus.

Baca: DPRD Diminta Hentikan Praktek Makelar Tanah Untuk Pabrik Semen

Merespon tudingan TPDI tersebut, Bupati Manggarai Timur Agas Andreas mengatakan, pertemuan tersebut bertujuan memfasilitasi warga Lingko Lolok untuk membahas poin kesepakatan dengan pihak perusahaan. Agas menegaskan, pihaknya menggelar pertemuan di rumah pribadinya di Cekalikang, Pocoranaka tidak melanggar aturan.

“(Warga) ketemu saya apa salahnya? Itu kan soal tempat toh. Saya memilih tempat kan lebih baik di Cekalikang dari pada di Borong. Kenapa? Dekat toh, saya dengan mereka (warga Lingko Lolok dan Luwuk). Kalau saya (melakukan) pertemuan di sini, masyarakat berhadapan dengan bupati. Lebih dominan bupatinya,” ujar Agas kepada awak media di ruang kerjanya pada Kamis, 23 April 2020.

Bupati Agas mengakui bahwa, warga menemui dirinya di Cekalikang bertujuan untuk membawa sejumlah poin kesepakatan bersama perusahaan pabrik semen. Ia mengklaim, warga mendatangi kediamannya untuk membawa kesepakatan dengan pihak perusahaan. Warga kemudian menunjukkan dan membahas sejumlah poin kesepakatan tersebut bersama politisi PAN itu.

“Ini kesepakatan kami pa bupati,” kata Agas mengulang pembicaraan salah satu warga Lingko Lolok saat pertemuan yang digelar pada Minggu, 22 Maret 2020 lalu itu.

“Kita bicara kesepakatan mesti operasional, jangan ada kesepakatan yang merugikan kamu (warga). (Kesepakatan) yang bisa dilaksanakan, itu maksud saya,” kata Agas.

Bekas Wakil Bupati Manggarai Timur dua periode itu juga mengklaim bahwa, warga sendiri yang berinisiatif membawa poin kesepakatan untuk dibahas dalam pertemuan di Cekalikang. Bahkan, pertemuan tersebut kata dia, bukan ia yang tentukan. Ia mengaku, dirinya sebatas memfasilitasi saja. Agas mengaku, dirinya ingin mendampingi warga agar kehadiran perusahaan semen tidak merugikan warga itu sendiri.

“Tapi karena saya dengan masyarakat bertemu di atas (Cekalikang) mungkin fifty-fifty antara bupati dengan keluarga (masyarakat) ini. Mereka minta untuk bertemu, masa saya larang?,” urai Agas.

Hingga saat ini, pihak perusahaan telah mengantongi izin lokasi pendirian pabrik semen. Tahapan tersebut pun dilalui usai Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas sudah mengeluarkan izin lokasi pendirian pabrik semen di Luwuk, Desa Satar Punda.

“Karena izin lokasi itu syaratnya adalah ada rekomendasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) tetapi di tempat pabriknya yaitu di Luwuk yang sudah keluar izin lokasi,” pungkas dia.

Ia menjelaskan, sementara izin untuk aktivitas eksploitasi tambang batu gamping sebagai sumber material pabrik semen bukan kewenangan bupati. Oleh karena itu, selama ini orang berpikir bahwa tambang ini sudah jadi, padahal belum mengantongi izin lingkungan bahkan izin eksploitasi pun belum dikantongi perusahaan.

“Sekarang di sana lagi negosiasi dengan persetujuan perusahaan dan masyarakat terkait pembebasan lahan milik masyarakat,” papar Agas.

Menurut Agas, saat ini pembebasan lahan warga baik di lokasi pabrik semen maupun lokasi sumber metrial sedang dalam proses. Hingga kini, proses pembebasan lahan sedang terjadi di Lingko Lolok dan Luwuk antara perusahaan dengan masyarakat setempat.

“Belum ada bombardir di bawah itu. Belum ada. Setelah ini kan ada tahapan selanjutnya. Setelah masyarakat sudah jual tanahnya melalui notaris, lalu tahapannya apa, (studi) Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan),” tukas dia.

Lebih jauh ia menjelaskan, usai tahapan Amdal baru bisa melakukan proses izin eksploitasi sumber materil batu gamping. Ia pun menambahkan, pemberian izin merupakan kewenangan pihak Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui gubernur bukan pemerintah kabupaten.

“Orang salah mengerti, seolah-olah bupati yang kasih izin. Tidak ada. Bupati memfasilitasi masyarakat; ini loh, kamu harus omong begini-begini dengan perusahaan. Itu wajiblah,” cetus Agas.

Bupati Agas mengklaim dirinya sedang membela warga Lingko Lolok dan warga Luwuk. Bahkan ia mengaku khawatir apabila perjanjian antar masyarakat dengan perusahaan justru merugikan masyarakat.

“Itu yang coba saya fasilitasi,” papar dia.

Respon Bupati Agas terhadap Uang DP

Ia mengakui, proses pemberian uang DP (down payment) kepada warga oleh perusahan sudah tepat. Meskipun pihak perusahaan belum mengantongi izin AMDAL.

“Beli mereka punya tanah to. Habis itu baru Amdal. Bagaimana mau Amdal kalau lokasi belum pasti. Begitulah,” kata Agas membenarkan proses tersebut.

“Tidak mungkin begini, saya mau Amdal ini, sementara tanahnya milik orang. Jelas tidak setuju. Bagimana?,” papar dia.

Menurut politikus PAN itu, warga melepaskan terlebih dahulu tanah milik mereka baru kemudian proses Amdal. Setelah proses Amdal selesai lanjut dia, itu baru lahan dikasih izin ekploitasi oleh gubernur. (R11).

Previous articleDeno Apresiasi Warga karena Sediakan Rumah jadi tempat Karantina
Next articlePemkab Manggarai dapat Sumbangan 250 APD dari KORPRI Pusat

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here