RUTENG, BERITA FLORES- Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Manggarai turut menyoroti rencana pembangunan pabrik semen di Luwuk, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi NTT.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) GMNI Cabang Manggarai, Rikardus Joman mengatakan, pihaknya dengan tegas menolak kehadiran pabrik semen di Luwuk dengan sumber material dari kampung Lingko Lolok, Desa Satar Punda sebagai lokasi bekas tambang mangan.
“GMNI menilai kehadiran perusahaan tersebut tidak akan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat setempat secara khusus maupun untuk masyarakat Manggarai Timur secara keseluruhan,” kata Rikardus melalui keterangan pers Jumat, 3 April 2020.
Baca: Warga Dukung Pabrik Semen Usai Terima Rp10 Juta per KK, Diaspora Tempuh Langkah Hukum
Ia menegaskan, justru dengan kehadiran perusahan tersebut dapat merusak lingkungan sekitar kampung Lingko Lolok. Apalagi hingga saat ini, perusahaan tersebut belum mulai beroperasi karena sejumlah persyaratan administrasi belum rampung.
“Bahkan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) belum dilakukan oleh perusahaan maupun Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Kabupaten Manggarai Timur,” tegas dia.
Rikardus mengungkapkan, apalagi masih ada warga Lingko Lolok menolak kehadiran perusahan tersebut. Oleh karena itu, GMNI Cabang Manggarai meminta kepada Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas untuk mempertimbangkan kembali kehadiran perusahaan tersebut.
“Jangan sampai dengan kehadiran perusahan tersebut nanti ada masyarakat yang dikorbankan,” pungkas dia.
Ia juga mendesak Bupati Agas Andreas agar segera membatalkan rencana pembangunan perusahan pabrik semen PT Singa Merah itu.
GMNI Cabang Manggarai, juga mempertanyakan agenda pertemuan Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas dengan sejumlah perwakilan warga Lingko Lolok.
Menurut dia, pertemuan itu tidaklah wajar karena malah digelar di kampung asal Bupati Agas Andreas, bukan di kantor bupati Manggarai Timur yang beralamat Lehong, Borong.
Baca: Atasi Masalah Pengangguran, Pemkab Matim Bakal Hadirkan Perusahaan Pabrik Semen
Rikardus pun meminta dengan hormat kepada warga Lingko Lolok untuk segera mengembalikan dana kompensasi sebesar Rp.10.000.000 yang telah mereka terima dari perusahan pabrik semen PT Singa Merah. Karena dilaporkan sebelumnya, sebanyak 89 warga Lingko Lolok menerima uang sebesar Rp.10.000.000 sebagai kompensasi dari perusahaan tersebut. Bila dikalikan dengan 89 Kepala Keluarga (KK) maka total dana yang dikucurkan perusahaan senilai Rp.890.000.000 hampir mencapai satu miliar.
“GMNI juga mengharapkan masyarakat yang telah menerima uang kompensasi dari perusahan mohon dikembalikan,” pinta dia.
Aktivis GMNI Cabang Manggarai itu menduga kuat pemberian uang kompensasi itu merupakan dugaan praktek penyuapan kepada warga dilakukan oleh pihak perusahaan PT Singa Merah.
“Kami menduga bahwa uang yang diberikan itu merupakan penyuapan yang dilakukan oleh perusahan untuk mepermudah negosiasi dengan masyarakat Lingko Lolok,” tukas dia.
Selain itu, warga Lingko Lolok diaspora baik di Jakarta dan di beberapa daerah di Indonesia maupun warga Lingko Lolok yang merantau di Malaysia telah menyatakan sikap penolakan mereka terhadap rencana pembangunan pabrik semen itu melalui surat resmi yang dikirimkan kepada tokoh adat di Lingko Lolok.
“Sejak awal, kami sudah menolak keras tambang (pabrik semen) di Lingko Lolok, karena itu adalah tanah yang diwariskan oleh leluhur kami,” tegas Koordinator Warga Lingko Lolok Diaspora, Donatus Suhardi melalui sambungan telepon kepada Beritaflores.com pada Selasa, 31 Maret 2020.
Apalagi kata dia, sebelumnya sudah pernah ada aktivitas pertambangan akan tetapi tidak ada buktinya sama sekali bagi kesejahteraan untuk warga setempat yang terkena dampak. Oleh karena itu, sebagai putra-putri asli Lingko Lolok memiliki kewajiban moral untuk menjaga dan merawat kampung sebagai tempat peradaban.
Donatus menegaskan, meskipun sejumlah perusahaan tambang sebelumnya pernah beraktivitas di kampung bersejarah itu, namun tidak ada dampak ekonomi sama sekali, malah warga terus menjadi korban karena kerusakan lingkungan akibat ekploitasi tambang mangan. Bahkan sejumlah lokasi di sekitar kampung itu dibiarkan menganga tanpa dilakukan reboisasi maupun reklamasi.
“Uang itu hanya sesaat, tidak ada warga setempat yang menjadi kaya karena kehadiran perusahaan. Justru yang membuat kaya warga Lingko Lolok adalah tanaman komoditi seperti jambu mete dan ternak sapi maupun ternak kambing di sana. Itu fakta,” pungkas dia.
Baca: Soal Pabrik Semen, Hanura Minta Pemkab Matim dan Perusahaan Tak Dikte Warga
Diaspora Tempuh Langkah Hukum
Menurut putra kilo (suku) Lantar itu, pihaknya akan mengambil langkah hukum apabila permintaan mereka tidak diakomodir baik pihak perusahan maupun warga Lingko Lolok.
“Jika tetap dilanggar maka kami siap menggugat secara hukum Tu’a Teno dan Tu’a Panga/kilo yang serahkan tanah ulayat tersebut,” tegas dia.
Baca: Strategi Perampasan Sumber Daya dan Kewenangan Desa di Satar Punda
Donatus juga telah mengirimkan salinan surat pernyataan penolakan warga Lingko Lolok Diaspora terhadap kehadiran PT. Singah Merah di Lingko Lolok. Pihaknya berencana akan melayangkan surat pernyataan tersebut kepada Tu’a Teno Lingko Lolok.
“Kami paguyupan Lingko Lolok Diaspora, yang menjadi bagian pewaris tanah dan Lambung leluhur kami. Dengan ini kami menyatakan dengan tegas, menolak kehadiran pertambangan di Lingko Lolok atau tanah ulayat Lingko Lolok, menolak keras atas rencana relokasi kampung Lingko Lolok. Karena kampung Lingko Lolok adalah rintisan dari dan menjadi sejarah leluhur kami. Apabila kedua hal tersebut tetap dilanggar maka kami akan melakukan gugatan secara hukum kepada Tu’a Teno dan seluruh masyarakat di Lingko Lolok,” tegas mereka.
Hingga saat ini, perusahaan tersebut belum mulai beroperasi karena sejumlah persyaratan administrasi belum rampung. Bahkan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) belum dilakukan oleh perusahaan maupun Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Kabupaten Manggarai Timur. (R11).