BORONG, BERITA FLORES- Warga Kampung Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, dilaporkan telah menerima uang kompensasi dari perusahaan pabrik semen PT Singah Merah sebesar Rp.10.000.000 setiap Kepala Keluarga (KK).
Seorang warga Lingko Lolok yang meminta identitasnya dirahasiakan mengungkapkan hal itu melalui sambungan telepon kepada Beritaflores.com pada Selasa, 26 Maret 2020.
Ia mengatakan, perwakilan warga Lingko Lolok telah menggelar pertemuan sebanyak dua kali dengan Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas di Cekalikang, Kecamatan Poco Ranaka. Kampung Cekalikang merupakan kampung asal Bupati Agas Andreas.
Ia menjelaskan, pertemuan pertama antara tiga (3) orang perwakilan warga Lingko Lolok bersama Bupati Agas Andreas digelar pada Minggu, 14 Maret 2020. Sedangkan pertemuan kedua dihadiri lebih dari 15 orang perwakilan warga yang digelar pada Minggu, 22 Maret 2020 lalu. Ia juga mengakui, dirinya merupakan salah satu dari 15 warga Lingko Lolok yang telah menemui Bupati Agas Andreas di Cekalikang.
Baca: Soal Pabrik Semen, Hanura Minta Pemkab Matim & Perusahaan Tak Dikte Warga
Saat pertemuan, lanjut dia, Agas Andreas mempersilahkan mereka untuk memilih kedua opsi antara lain; mendukung kehadiran pabrik semen atau menolak. Sang Bupati kata dia, tidak memaksa warga agar mendukung kehadiran pabrik itu. Namun ia hanya meminta warga untuk berpendapat tentang kehadiran sebuah pabrik semen. Salah satu permintaan warga adalah menolak relokasi atau pemindahan kampung Lingko Lolok bila kegiatan penambangan dilaksanakan.
Usai menggelar pertemuan tersebut, kata dia, warga Lingko Lolok kemudian berbalik arah mendukung kehadiran pabrik semen di kampung mereka. Di mana, sebelumnya sejumlah warga telah menyatakan sikap penolakan mereka terhadap kehadiran perusahaan bernama PT. Singah Merah itu.
Masih menurut dia, warga setempat dijanjikan oleh pihak perusahaan mendapatkan uang kompensasi senilai Rp150 juta untuk setiap kepala keluarga. Sementara uang kompensasi ini akan dibagikan secara bertahap. Bahkan tahap pertama ungkap dia, telah dibagikan kepada setiap kepala keluarga sebesar Rp10 juta pada Kamis, 26 Maret 2020 di Reok, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai. Dana ini juga belum termasuk dalam jual beli tanah dengan pihak perusahaan PT Singah Merah.
Menurut dia, sebanyak dua (2) Kepala Keluarga (KK) di Lingko Lolok menolak kehadiran perusahaan pabrik semen dan mereka juga menolak menerima uang DP kompensasi sebesar Rp.10.000.000. Kedua Kepala Keluarga tersebut masing-masing bernama lengkap Bonefasius Uden dan Elfridus Sota. Sementara warga yang menolak kehadiran perusahaan di kampung Luwuk sebagai pusat pembangunan pabrik sebanyak lima (5) orang. Warga kampung Luwuk sampai saat ini belum menerima uang sama sekali dari perusahaan.
“Uang ini sebagai ikatan antara perusahaan dengan warga,” ujarnya.
Ia menambahkan, ada sejumlah kesepakatan telah dibicarakan dengan pihak perusahaan antara lain; tanah warga dalam lokasi pertambangan dibandrol dengan harga Rp.12.000 per meter persegi. Sedangkan satu pohon komoditi seperti jambu mete dibandrol dengan harga sebesar Rp.500.000 per pohon.
Menurut informasi dari Bupati Agas kata dia, pihak perusahaan pabrik semen membutuhkan lahan seluas 505 hektare bahkan jarak ekplorasi tambang dengan kampung Lingko Lolok hanya 100 meter saja. Sehingga potensi kerusakan kampung bersejarah itu sangat besar. Bahkan pihak perusahaan mengklaim akan mempersiapkan lokasi pemukiman baru bagi warga bila terjadi kerusakan lingkungan.
Ia menguraikan, sebanyak tujuh (7) Lingko atau tujuh Lodok (model pembagian tanah secara budaya Manggarai-red) akan diserahkan kepada pihak perusahaan. Meski tokoh adat atau kelompok tua jelas dia, secara tegas menolak kehadiran pabrik semen namun sebagian besar kelompok orang muda di kampung itu justru mendukung kehadiran pertambangan.
Dari informasi yang diperoleh Beritaflores.com bahwa, lokasi penggalian material pendukung seperti batu putih atau batu kapur hanya berjarak sekitar 100 meter dari kampung Lingko Lolok. Sementara tempat usaha pabrik semen berlokasi di Luwuk, Desa Satar Punda. Untuk itu, keberadaan kampung Lingko Lolok sangat terancam jika terjadi eksploitasi secara masif.
Secara terpisah, seorang warga yang mendukung kehadiran perusahaan pabrik semen mengakui, ada sebanyak 89 Kepala Keluarga di Lingko Lolok telah menerima uang kompensasi sebesar Rp10.000.000 dari total Rp150 juta yang akan diberikan perusahaan. Bila dikalikan maka total uang yang telah diterima warga Lingko Lolok senilai Rp.890.000.000 hampir satu miliar.
Uang tersebut kata dia, merupakan DP (down payment) dari pihak perusahaan pabrik semen untuk membeli lahan milik warga kampung Lingko Lolok. Meskipun ada warga lain mengatakan, uang tersebut belum termasuk jual beli tanah dengan pihak perusahaan.
“Kami sudah terima uang pak, jumlahnya Rp10 juta. Setelah menerima uang, ada yang beli televisi (TV), parabola, dan kursi sofa,” ujarnya melalui sambungan telepon kepada Beritaflores.com Rabu, 1 April 2020.
Ia juga mengaku, warga Lingko Lolok telah menandatangani berita acara bermaterai 6.000 saat penerimaan uang kompensasi tersebut. Pihak perusahaan juga kata dia, berjanji siap menyediakan fasilitas perumahan di pemukiman baru bagi warga Lingko Lolok.
“Kami telah menandatangani dokumen berita acara bermaterai 6000 saat menerima uang kompensasi. Perusahaan juga menjanjikan membangun perumahan di pemukiman baru untuk warga tetapi kami belum tau apakah kampung Lingko Lolok direlokasi atau tidak,” terang dia.
Diaspora Tolak Pabrik Semen
Warga Lingko Lolok diaspora baik di Jakarta dan di beberapa daerah di Indonesia maupun warga Lingko Lolok yang pergi merantau di Malaysia mempertanyakan agenda pertemuan Bupati Manggarai Timur Agas Andreas dengan sejumlah perwakilan warga Lingko Lolok.
Di mana, usai pertemuan itu dilakukan, sikap warga Lingko Lolok berubah total terhadap kehadiran pabrik semen. Apalagi menurut mereka, pertemuan itu tidaklah wajar karena malah digelar di kampung asal Bupati Agas Andreas, bukan di Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Manggarai Timur di Lehong, Borong.
“Kenapa pertemuannya harus di rumah pribadinya bupati. Bukan kah itu berkaitan dengan urusan dinas,” kata Koordinator Warga Diaspora, Donatus Suhardi melalui sambungan telepon kepada wartawan pada Selasa, 31 Maret 2020.
Ia mengatakan, apabila Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas ingin menghadirkan pembangunan pabrik semen, maka seharusnya seorang bupati mendatangi Lingko Lolok, bukan malah warga Lingko Lolok yang mendatangi rumah pribadi seorang bupati di Cekalikang, Poco Ranaka.
Untuk itu, warga Lingko Lolok diaspora mengecam keras kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) Manggarai Timur serta keputusan warga Lingko Lolok karena sangat merugikan keberlansungan peradapan kampung sejarah itu.
“Sejak awal, kami sudah menolak keras tambang (pabrik semen) di Lingko Lolok, karena itu adalah tanah yang diwariskan oleh leluhur kami,” tegas Donatus.
Apalagi kata dia, sebelumnya sudah pernah ada aktivitas pertambangan akan tetapi tidak ada buktinya sama sekali bagi kesejahteraan untuk warga setempat yang terkena dampak. Oleh karena itu, sebagai putra-putri asli Lingko Lolok memiliki kewajiban moral untuk menjaga dan merawat kampung sebagai tempat peradaban.
Donatus menegaskan, meskipun sejumlah perusahaan pertambangan sebelumnya pernah beraktivitas di kampung bersejarah itu, namun tidak ada dampak ekonomi sama sekali, malah warga terus menjadi korban karena kerusakan lingkungan akibat ekploitasi tambang. Bahkan sejumlah lokasi di sekitar kampung itu dibiarkan menganga tanpa dilakukan reboisasi maupun reklamasi.
“Uang itu hanya sesaat, tidak ada warga setempat yang menjadi kaya karena kehadiran perusahaan. Justru yang membuat kaya warga Lingko Lolok adalah tanaman komoditi seperti jambu mete dan ternak sapi maupun ternak kambing di sana. Itu fakta,” pungkas dia.
Diaspora Tempuh Langkah Hukum
Menurut putra kilo (suku) Lantar itu, pihaknya akan mengambil langkah hukum apabila permintaan mereka tidak diakomodir baik pihak perusahan maupun warga Lingko Lolok.
“Jika tetap dilanggar maka kami siap menggugat secara hukum Tu’a Teno dan Tu’a Panga/kilo yang serahkan tanah ulayat tersebut,” tegas dia.
Donatus juga telah mengirimkan salinan surat pernyataan penolakan warga Lingko Lolok Diaspora terhadap kehadiran PT. Singah Merah di Lingko Lolok. Pihaknya berencana akan melayangkan surat pernyataan tersebut kepada Tu’a Teno Lingko Lolok.
“Kami paguyupan Lingko Lolok Diaspora, yang menjadi bagian pewaris tanah dan Lambung leluhur kami. Dengan ini kami menyatakan dengan tegas, menolak kehadiran pertambangan di Lingko Lolok atau tanah ulayat Lingko Lolok, menolak keras atas rencana relokasi kampung Lingko Lolok. Karena kampung Lingko Lolok adalah rintisan dari dan menjadi sejarah leluhur kami. Apabila kedua hal tersebut tetap dilanggar maka kami akan melakukan gugatan secara hukum kepada Tu’a Teno dan seluruh masyarakat di Lingko Lolok,” tegas mereka.
Hingga saat ini, perusahaan tersebut belum mulai beroperasi karena sejumlah persyaratan administrasi belum rampung. Bahkan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) belum dilakukan oleh perusahaan maupun Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Kabupaten Manggarai Timur. (ALBERT DINOX/NAL).