RUTENG, BERITA FLORES-Sebanyak 21 orang pengungsi karena konflik Wamena, Papua yang merupakan warga asal Manggarai menerima bantuan uang dari pemerintah Kabupaten Manggarai sebesar Rp1.500.000 per orang. Pemkab Manggarai juga memberikan bantuan beras sebanyak 50 kilogram per orang kepada pengungsi Papua asal Manggarai.
Bupati Manggarai Deno Kamelus mengatakan, sejumlah bantuan tersebut diberikan pemerintah daerah sebagai bentuk perhatian serius terhadap para korban kerusuhan konflik Wamena, Papua.
“Warga pengungsi Papua asal Manggarai ini kita sudah jemput mereka di Labuan Bajo. Kita siapkan bus, lalu kita terima mereka di sini. Lalu kita beri bantuan kepada mereka berupa beras 50 kilogram dan uang Rp.1.500.000,” ujar Deno kepada awak media usai penerimaan para pengungsi di ruang Nucalale, Setda Manggarai pada Kamis, 17 Oktober 2019.
Meski jumlah bantuan tersebut terbilang sedikit, namun paling penting menurut Deno, bahwa pemerintah daerah sangat prihatin terhadap kondisi para pengungsi karena menjadi korban kerusuhan Wamena, Papua.
Ia berharap, dengan bantuan dari pemerintah, puluhan para pengungsi beberapa hari ke depan bisa kembali semangat dan bangkit dalam menjalankan kehidupan mereka.
“Harapan saya tentu kita lihat ke depan. Jadi pengalaman-pengalaman buruk yang menjadi catatan dalam hidup mereka sendiri untuk kemudian berpikir lebih memilih hidup di Manggarai atau kemudian harus pergi merantau kembali,”
“Saya kira itu poinnya,” pungkas Deno.
Salah satu pengungsi, Ludovitus Modes mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Kabupaten Manggarai karena telah membantu memulangkan mereka dari Wamena, Papua.
“Kami berterima kasih kepada bupati Manggarai karena kami bisa bersua bersama jajaran pemerintah kabupaten Manggarai. Ini semua kami syukuri dan kami sadari perpanjangan tangan Tuhan memang sangat luar biasa,” ujarnya.
Vitus begitu ia disapa mengisahkan bahwa, situasi kerusuhan Wamena pada 23 September lalu itu sangat mencekam. Ia mengaku, kerusuhan tersebut di luar dugaan mereka karena biasanya mereka memulai aktivitas mulai pagi hari hingga sore hari tanpa ada konflik.
“Tiba-tiba sekelompok massa berbuat aksi anarkis. Sejumlah Ruko (Rumah Toko) sepanjang jalan itu dibakar massa. Orangnya juga dicincang. Setelah dicincang dilempar di api. Itu realita yang kami lihat pada saat kerusuhan itu. Kejadian itu kurang lebih selama empat jam,” kisah Vitus.
Ia menjelaskan bahwa, target utama perusuh pada saat itu adalah membunuh semua para pendatang dari luar Papua. Karena mereka menilai telah menghina penduduk asli serta menguasai perekonomian Papua.
Vitus mengaku, mereka kemudian dievakuasi ke sejumlah markas kepolisian maupun markas militer di sana untuk diselamatkan dari kerusuhan 23 Oktober 2019.
“Kami bersyukur kepada Tuhan karena belas kasihan-Nya kami diselamatkan. Kami bisa sampai pada tempat ini karena campur tangan Tuhan,” urai dia sambil menangis di hadapan sejumlah pejabat Pemerintah Kabupaten Manggarai.
Pengungsi lain, Hironimus Jeharun asal Dimpong, Kecamatan Rahong Utara mengatakan bahwa, ia bersama para pengungsi lain, pada Jumat, 11 Oktober 2019 pekan lalu, berangkat dari Pelabuahan Jayapura dengan menggunakan Kapal menuju Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat. Mereka tiba di Labuan Bajo pada Kamis, 17 Oktober 2019. Para pengungsi kemudian melanjutkan perjalanan menuju kota Ruteng, Kabupaten Manggarai menggunakan bis yang difasilitasi pemerintah daerah Manggarai.
Para pengungsi tiba di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai pada hari ini Kamis, 17 Oktober 2019 sekitar pukul 11.30 waktu setempat. Mereka pun disambut secara resmi oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai. Usai acara penyambutan secara resmi oleh pemerintah Kabupaten Manggarai, para pengungsi kemudian melanjutkan perjalanan menuju kampung mereka masing-masing.
Untuk diketahui, mereka berasal dari empat kecamatan antara lain; Kecamatan Satarmese, Satarmese Barat, Lelak, dan Kecamatan Ruteng. Para pengungsi terdiri dari 16 orang Kepala Keluarga (KK) dan 5 orang anak. (EFP/FDS/BF).