LABUAN BAJO, BERITA FLORES – Kristoforus H. Hardi, Kepala Sekolah (Kepsek) SDI Wae Jare, Kecamatan Mebeliling, Kabupaten Manggarai Barat, NTT membantah ada persoalan di sekolah yang dipimpinnya.
Sebelumnya, seperti ditulis Beritaflores.com, seorang siswi kelas satu bernama Gres tidak naik kelas. Menurut orangtua murid, saat ujian naik kelas pada Mei lalu, anaknya sakit.
Baca Juga: Karena Sakit, Siswi SDI Wae Jare Tak Naik Kelas, Ujian Susulan Tak-Diizinkan Sekolah
Namun, setelah sembuh sekolah tak mengizikan ujian susulan, sehingga Grace pun tepaksa harus tetap duduk kelas satu alias tak naik kelas.
Kristofus, selaku kepala sekolah membantah cerita versi orang tua murid tersebut.
“Soal anak sekolah itu yang tidak naik kelas, atau dia tidak diizinkan untuk ujian susulan, itu tidak benar. Karena itu semua sudah selesai persoalannya. Bohong itu ada persoalan di sini. Sumpah demi Tuhan,” ucap Kristoforus saat ditemui Beritaflores, Kamis (19/9) lalu.
Kristoforus mengklaim sudah menjelaskan kepada orangtua murid dan Dinas Pendidikan serta Pengawas, terkait persoalan yang dialami Gres.
“Kalau orangtua tidak terima ya, sudah toh,” ujarnya.
“Sekolah ini punya aturan. Jika dalam waktu tertentu tidak datang untuk ikut ujian, maka tidak diizinkan untuk ujian. Tidak sama dengan tahun sebelumnya. Tahun ini kita libur berdasarkan aturan,” tambahnya.
Kristoforus juga mempertanyakan soal klaim orang tua murid soal anaknya sakit sehingga tidak bisa ikut ujian.
“Anak ini juga jangan membenarkan sendiri. Katanya sakit, tapi orang tuanya juga tidak mengurus anaknya sakit. Dengan waktu lama dia sakit,” ujarnya.
“Kta hanya batas waktu, kalau sakit batas tiga hari. Tidak pernah datang selama berbulan – bulan yah sudah toh,” tambahnya.
Kristoforus juga membantah orangtua murid telah datang ke sekolah untuk meminta ujian susulan.
“Itu orang tua murid itu bohong. Orang tua tidak pernah datang ke sekolah. Yang datang minta itu hanya neneknya Gres,”ujarnya.
Wartawan Dianiaya
Saat klarifikasi ini dilakukan, terjadi insiden penganiayaan terhadap, wartawan Beritaflores.com, Valentinus Vensi, yang menulis berita terkait siswa bernama Gres itu.
Penganiayaan dilakukan oleh Gabriel Ganti, kerabat kepsek dan juga anak kandung Kepsek, Antonius Yulianto Hardi.
Penganiayaan tersebut, bermula saat wartawan Beritaflores sedang melakukan konfirmasi ke Kepsek Kristoforus H. Hardi di kantor kepsek. Konfirmasi bertujuan agar informasi memenuhi prinsip cover both sides atau prinsip keberimbangan berita sebagaimana diatur dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Saat tiba di sekolah, ia diminta untuk mengisi buku tamu dengan menulis identitas dan tujuaan kedatangan.
Usai melihat identitas dan tujuan kedatangan wartawan, Kristoforus naik pitam, dan menolak untuk diwawancarai.
“Kami tidak terima kehadiran bapak di sini. Karena di sini tidak ada kasus. Pokoknya saya bilang di sini tidak ada kasus. Saya tidak mau memberikan tanggapan. Karena di sini tidak ada persoalan,” ujar Kristoforus.
Kristoforus juga menanyakan identitas wartawan Beritaflores.com. Fensi kemudian memperlihatkan surat tugas kepadanya. Namun, ia tetap tak terima.
“Ini surat tugas tidak jelas. Kadatangan juga tidak jelas. Tulis tujuan datang di buku tamu konfirmasi kasus, sementara di sini tidak ada kasus,” klaim Kepsek Kristoforus.
Saat pembicaraan berlangsung, Gabriel Genti datang. Ia sempat menjabat tangan dengan wartawan Beritaflores.com, lalu duduk tepat di sampingnya.
“Kamu datang apa ke sini, kau ini, keluar. Kau keluar, sembari mencekik leher saya,” ungkap Fensi.
Sampai di luar ruangan, datang Antonius Yulianto Hardi, anak kepala sekolah, dan mencakar wajah serta merobek baju yang dikenakan Fensi Valentinus.
“Akibatnya, saya mengalami sakit pada bagian leher dan luka di bagian muka,” kisah Fensi.
Insiden penganiayaan ini sudah dilaporkan ke Kepolisian Sektor (Polsek) Werang, Kecamatan Sano Nggoang, pada Minggu, 22 September 2019.
Efren Polce/TIM/BF