“Kapolres Ende Bisa Dikenakan Tindakan Menghalangi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Karena Meng-SP3 Kasus Korupsi Pasca Putusan Praperadilan”
ENDE, BERITA FLORES–“Kapolres Ende tidak boleh menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi berupa “gratifikasi” Anggota DPRD Kabupaten Ende untuk kedua kalinya, karena sifat penyelidikan atau penyidikan pasca putusan praperadilan Hakim tunggal Yuniar Yudha Himawan, SH,” pinta Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus kepada wartawan melalui siaran pers Kamis, 15 Agustus 2019.
Pengadilan Negeri Ende, kata Petrus sudah menjalankan putusan praperadilan yang mengikat secara hukum. Apalagi putusan praperadilan itu telah mengoreksi secara total buruknya kinerja penyidik dan Kapolres Ende, AKBP Achmad Muzayin dalam mengungkap sejumlah kasus korupsi di Kabupaten Ende, Flores-Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
TPDI meminta, agar KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk mengambilalih penyidikan kasus dugaan korupsi gratifikasi Anggota DPRD Ende sembari memproses Kapolres Ende dan tim penyidik kasus gratifiksi Anggota DPRD Ende karena telah melakukan “tindak pidana” mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di persidangan pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi tersebut.
“Tindakan hukum terhadap Kapolres Ende dan Tim Penyidiknya, karena tindakan menghentikan Penyidikan Kasus Korupsi Gratifikasi Anggota DPRD Ende, dianggap sebagai telah melakukan pembangkangan terhadap perintah Pengadilan Negeri Ende. Kapolres harus tahu bahwa Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Ende bersifat perintah untuk membuka kembali penyelidikan atau penyidikan yang dihentikan tanpa alasan yang sah bersifat mengikat, karenanya wajib dijalankan sesuai dengan perintah Hakim Praperadilan,” beber Petrus.
Desakan agar KPK mengambilalih Penyidik dugaan korupsi Gratifikasi Anggota DPRD Ende atas dana PDAM Kabupaten Ende, dapat dibuktikan dengan perilaku penyidik dan Kapolres Ende sebab membiarkan posisi penyelidikan kasus ini berjalan hampir 3 (tiga) tahun, tanpa ada perkembangan apapun. Bahkan dibuat mengambang, tanpa ada peningkatan tahap pemeriksaan ke tahap penyidikan dan penetapan satatus tersangka bahkan penyelidikannya dihentikan.
“Ini jelas merupakan upaya untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi besar yang sesungguhnya, karena baik berdasarkan bukti-bukti tertulis, keterangan saksi maupun petunjuk, maka tidak ada alasan sedikit pun bagi penyidik Polres Ende untuk tidak meningkatkan pemeriksaan ke tahap penyidikan dan memberi status tersangka kepada 7 (tujuh) Anggota DPRD Kabupaten Ende, Direktur PDAM Kabupaten Ende Sdr. Soedarsono, B.Sc. S.KM. M. Kesling dan Ketua Yayasan Mandiri,” tandas dia.
Advokat Peradi itu menegaskan, Direktur PDAM Kabupaten Ende tidak pernah dijadikan tersangka sebagai pemberi gratifikasi, malah penyidik menyimpulkan secara keliru bahwa dengan dikembalikannya uang gratifikasi dimaksud maka unsur pidana korupsinya menjadi hilang. Ini jelas membodohi masyarakat, karena sifat tindak pidana korupsi dari gratifikasi sudah terjadi karena telah lewat tempo 30 hari kerja si penerima gratifikasi tidak melaporkan uang yang diterimanya itu kepada KPK.
Baca Juga: TPDI Desak Polisi Buka Kembali Kasus-Gratifikasi PDAM Ende
“Meskipun uang gratifikasi dimaksud tidak pernah dilaporkan ke KPK akan tetapi penyidik Polres Ende berani menghentikan penyidikannya dengan alasan uang gratifikasi sudah dikembalikan kepada PDAM, sehingga sifat pidana korupsinya hilang. Padahal sifat pidana korupsi dari gratifikasi hanya bisa hilang, manakala dalam tempo 30 hari sejak gratifikasi diterima, pihak penerima sudah melaporkan Gratifikasi itu kepada KPK,” lanjut Petrus.
“Dengan demimkan terdapat dugaan kuat bahwa penyidik Polres Ende berusaha keras melindungi Direktur PDAM Kabupaten Ende Sdr. Soedarsono, BSc. SKM. M. Kesling, sebagai orang yang memberikan gratifikasi itu kepada Ketua dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Ende, bersama 5 (lima) Anggota DPRD Kabupaten Ende lainnya, sekalipun sudah ada putusan praperadilan Nomor: 02/Pid.Pra/2018/PN.End. Pengadilan Negeri Ende tanggal 26 Maret 2018 yang “Memerintahkan Polres Ende membuka kembali Penyelidikan atau Penyidikan,” ungkap dia.
Padahal menurut Petrus, perkara korupsi gratifikasi PDAM Kabupaten Ende, telah terungkap ke publik dengan bukti-bukti yang terang benderang antara lain, ada kwitansi pengembalian uang, ada tanda terima uang dari PDAM, ada perjanjian kerja sama, ada keterangan saksi, sehingga dari aspek kekuatan pembuktian sudah melebihi syarat minimal dua alat bukti. Oleh karenanya kasus gratifikasi ini harus terus diproses untuk dilimpahkan ke tingkat penuntutan. (TIM/FDS/BEF).