Apabila Omzet Pengusaha Hasil Bumi Manggarai Mencapai Rp4,8 Miliar Lebih Maka Wajib Membayar PPN Sebesar 10% Kepada Negara
RUTENG, BERITA FLORES–Para Pengusaha Hasil Bumi wilayah Manggarai Raya, meliputi Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur-Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang memiliki omzet sebesar Rp4,8 miliar lebih setahun diwajibkan untuk membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% (persen) kepada negara.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Ruteng, Marihot Pahala Siahaan menjelaskan hal tersebut kepada wartawan saat konferensi pers di Kantor KPP Pratama Ruteng pada Senin, 5 Agustus 2019.
Ia mengatakan, kewajiban membayar PPN sebesar 10% merupakan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Selain itu, ia menyebutkan bahwa, PPN sebesar 10% juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Amandemen terakhir Tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Lebih lanjut ia katakan, jika pelaku usaha sudah memiliki omzet lebih dari Rp 4,8 miliar setahun wajib menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) terkecuali pengusha dengan pendapatan dibawah 4,8 miliar. Dari situ negara berhak memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen dari harga jual.
“Dinyatakan bahwa PPN dikenakan atas penyerahan barang atau jasa kena pajak,” kata dia.
Berdasarkan UU PPN, kata dia, ada empat (4) syarat kapan ditetapkan sebuah produk itu terhutang PPN 10%. Pertama, dilakukan barang atau jasa kena pajak mengikuti aturan PPN. Kedua, dilakukan oleh pengusaha kena pajak, pengusaha kena pajak menurut UU PPN dan Peraturan Menteri Keuangan terkait batasan pengusaha kecil adalah pengusaha yang dalam setahun buku atau setahun pajak melakukan penyerahan barang atau jasa kena pajak lebih dari Rp4,8 miliar atau kurang dari Rp4,8 miliar tetapi memilih dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Ketiga, penyerahan dilakukan dalam daerah pabian Indonesia seperti Sabang dan Batam. Keempat, dalam kegiatan usaha sepanjang itu terpenuhi keempat syarat, maka berdasarkan Undang-Undang PPN mengatakan terhutang PPN.
Baca Juga: Pengusaha Hentikan Pembelian Hasil Bumi di Manggarai
Ia menjelaskan, Kantor Pajak memiliki tiga fungsi utama. Pertama, melakukan pembinaan. Kedua, melakukan pengawwasan. Ketiga, melakukan pemeriksaan atau laporan yang disampaikan oleh wajib pajak.
“Tiga fungsi itu antara lain adalah pembinaan, pengawasan dan pemeriksaan,” kata Marihot.
Ia menerangkan bahwa, pihaknya telah melakukan pemeriksaan dan pengawasan berdasarkan perintah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah direvisi terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
“Ketentuan Pasal 12 ayat 1 UU KUP bahwa setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terhutang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Dan ini dilakukan dalam kerangka pasal 12 ayat 1 sampai pasal 3 UU KUP. Setiap wajib pajak wajib membayar pajak terhutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan dengan tidak menggantungkan pada surat ketetapan pajak,” jelasnya.
Marihot menguraikan, hal ini merupakan roh self assessment. Prinsip self assissment adalah pemenuhan kewajiban perpajakan yang memwajibkan wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri, dan melaporkan pajak yang tertuang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terhutang dipercayakan kepada wajib pajak sendiri melalui dokumen surat pemberitahuan (SPT) yang disampaikan baik secara lansung, online, maupun melalui pos.
“Wajib pajak hitung sendiri, bayar sendiri pajak terhutang menurut versi dia tetapi harus berdasarkan aturan undang-undang yang berlaku. Kedua, jumlah pajak yang terhutang menurut SPT (surat pemberitahuan) yang disampaikan oleh wajib pajak yang terhutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan. Ayat 1 dan ayat 2 membuat Direktiral Jenderal Pajak menerima apapun yang dilakukan oleh wajib pajak,” papar dia.
Meskipun wajib pajak melaporkan angka di bawah Rp4,8 miliar, maka boleh tak terhutang PPN menurut versi wajib pajak. Namun mereka tidak mengetahui jika SPT yang disampaikan kepada Kantor Pajak kurang lebih Rp4,8 miliar. Maka pihak Kantor Pajak menilai sepihak oleh wajib pajak yang dinyatakan benar menurut wajib pajak. Sementara pada pasal 12 ayat 1 dan ayat 2: Petugas Kantor Pajak bekerja jika terpenuhi pasal 12 ayat 3 yaitu Apabila Direktorat Jenderal Pajak mendapatkan bukti wajib pajak yang terhutang menurut surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak benar, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang terhutang.
“Jadi kalau kita lihat rohnya, silahkan lapor apapun versi wajib pajak. Anda mau mengatakan transaksi anda kurang dari Rp4,8 miliar atau saya bukan pengusaha kena pajak, silahkan. Kami menerima, kami akan melakukan penelitian SPT yang masuk, lalu kami pastikan ada tidak data-data yang menunjukan itu benar atau tidak. Contoh data yang menunjang adalah data lawan transaksi. Data lawan transaksi ini bisa berarti pembeli dia (wajib pajak) di tempat lain bisa di Ruteng, bisa di Medan, bisa di Surabaya, bisa di Jakarta, bisa di Makassar, dan di semua tempat,” beber dia.
Tak hanya itu, petugas Kantor Pajak juga melakujan penelitian, adakah dari sarana pengangkut, jika wajib pajak mengatakan transaksinya kurang dari Rp4,8 miliar tetapi ternyata data menunjukan dia (wajib pajak) menjual lebih dari 4, 8 miliar. Langkah selanjutnya adalah petugas Kantor Pajak memastikan sumber-sumber pendanaannya. Apabila ternyata ada aliran uang. Bahkan aliran uang masuk dan aliran uang keluar dalam kegiatan usaha tersebut.
“Nah ketika kami menemukan data ini maka menurut undang-undang kami wajib menetapkan pajak yang terhutang sesuai yang sebenarnya,” tegas dia.
Berikut Petikan wawancara dengan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Ruteng, Marihot Pahala Siahaan.
Mengapa pihak KPP Pratama Ruteng tidak pernah melakukan sosialisasi terhadap PPN 10% kepada pengusaha hasil bumi di Manggarai? Marihot mengatakan, sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan bahwa setiap wajib pajak yang terdaftar itu harus kami berikan informasi tentang hak dan kewajiban perpajakan. Itu (sosialisasi) sudah kami lakukan.
Mengapa saat pertemuan dengan pengusaha hasil bumi Manggarai tidak mencapai titik temu? “Saya tidak mau berkomentar tentang hal itu. Saya juga tidak mau berkomentar tentang penutupan sejumlah tokoh pengusaha hasil bumi karena itu bukan kapasitas kami. Kami tidak paham pak. Pada prinsipnya kami sudah melakukan pemberitahuan tentang hak dan kewajiban wajib pajak. Sudah dilakukan,”.
Apakah ada temuan sesuai dengan pasal
12 ayat 3 terhadap pengusaha pembeli hasil bumi di Ruteng? “Kami tidak bisa menjawab pertanyaan itu, karena itu menyangkut rahasia jabatan,” tukas dia.
Apakah bisa diungkap akumulasi dana PPN 10% terhutang dari para pengusaha hasil bumi di Ruteng? “Mohon maaf kami juga tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Itu rahasia jabatan,” jelas Marihot yang enggan mengungkap data pengusaha hasil bumi di Manggarai.
Baca Juga: KKPP Pratama Ruteng Ajak Wajib Pajak Segera Manfaatkan E-Filling
Ia mengaku, pihaknya tidak dapat mengungkap data sejumlah nama-nama pengusaha dan akumulasi dana PPN sebesar 10% dari para pengusaha hasil bumi di wilayah Manggarai. Ia beralasan, ada pasal yang melarang pihak otoritas pajak bahwa, petugas Kantor Pajak tidak diizinkan oleh Undang-Undang KUP Pasal 34 untuk mengungkap data sejumlah pengusaha hasil bumi di wilayah Manggarai.
“Pasal 34 berbunyi: ‘setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaan untuk menjalankan ketentuan peraturan perundangang-undangan perpajakan’,” papar dia.
Mengapa KPP Pratama Ruteng baru melakukan pemeriksaan sekarang, sementara UU PPN dan UU KUP sejak tahun 1983 dan revisi terakhir tahun 2009?
“Pasal 13 ayat 1 menjadi dasar kami bekerja. Berdasarkan pasal 13 ayat 1 berbunyi: Dalam jangka wakyu 5 tahun setelah saat terhutang pajak atau berakhirnya masa pajak bagian tahun pajak atau tahun pajak Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar dalam hal-hal sebagai berikut: a). Aapabila berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain tidak atau pernah dibayar. b). Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan pada waktu yang ditentukan dan telah ditegur. c). Apabila berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain mengenai PPN ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya kenai tarif 0 %. Nol (0%) ini biasanya untuk ekspor. d). Apabila sebagaimana yang dimaksudkan pasal 28 atau pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besaran pajak yang terhutang. Pasal 28 itu tentang pembukuan sedangkan pasal 29 itu tentang tata cara pemeriksaan. e). Apabila kepada wajib pajak diterbitkan nomor pokok wajib pajak atau dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak secara jabatan sebagaimana dimaksudkan pasal 2 ayat 4a,”
“Nah, kami dibolehkan pemeriksaan selama lima tahun. Berarti kalau ada objek pajak tahun 2015, tambah 5 tahun menjadi 2020, masih boleh. 2014 tambah 5 tahun 2019, masih boleh. 2016 tambah 5 tahun 2021. Kalau kami melakukan pemeriksaan di atas 2016, masih boleh atau tidak? Boleh. Itu sudah jawabannya. Karena kami melaksanakan undang-undang,” kata Marihot.
Apakah pengusaha hasil bumi di Ruteng telah merugikan negara karena tidak membayar PPN 10%?
Ia mengatakan bahwa, “pertanyaan merugikan negara kami jawab dengan memastikan pasal 12 ayat 3 itu terpenuhi atau tidak. Kenapa 2016 kami periksa, untuk memastikan apakah di tahun 2016 Direktorat Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terhutang belum SPT tidak benar. Itu saja. Jadi kami melaksanakan pemeriksaan dalam rangka dua hal: sesuai pasal 29: Direktirat Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan penggunaan kewajiban wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam perpajakan. Jadi tujuan utama adalah menguji kepatuhan kewajiban penggunakan perpajakan wajib pajak. Jadi salah satu yang kami lakukan adalah menguji. Bisa juga untuk tujuan lain contoh, menerbitkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), mencabut NPWP dan sebagainya,”
Program Tax Amensty
Ia menjelaskan, Tax Amnesti diberikan kepada wajib pajak terhadap kelalaian pembayaran pajak terhitung sejak 1 Januari 1984 hingga 31 Desember 2015. Apabila wajib pajak mengikuti program Tax Amensty, maka dengan begitu bila ada kelalaian wajib pajak selama ini, itu dihapuskan dengan cara membayar uang tebusan. Sehingga hitunganya dianggap nol-nol. Pihaknya mengaku, tidak masuk dalam pemeriksaan tahun 2015 ke belakang.
“Kami berharap sebetulnya dengan mengikuti Tax Amnesty seluruh wajib pajak melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar sejak tahun 2016 ke depan,” terang dia lagi.
Menurut dia, bila para wajib pajak masih belum menyadari kewajibannya, maka pihaknya berjanji, untuk terus melakukan sosialisasi dan pihaknya membuka help desk. Help desk di TPT bawah untuk memberikan pencerahan kepada wajib pajak. KPP Pratama Ruteng juga telah membuka kelas-kelas pajak. Jadi ketika memasukan SPT kami melakukan sosialisasi.
“Kami undang dalam sosialisasi pak,” cetusnya.
Kapan batasan waktu terakhir bagi pengusaha hasil bumi terhutang PPN 10% untuk membayar kepada negara?
Ia menjelaskan, wajib pajak punya hak untuk membayar pajak kapan saja, tetapi jika wajib pajak sudah diterbitkan surat ketetapan pajak (SKP). SKP itu, kata dia, berumur 1 bulan. Berdasarkan pasal 13 ayat 3 yang menyebutkan bahwa: surat ketetapan pajak, pajak kurang bayar berdasarkan pasal 13 serta surat ketetapan pajak kurang dari bayar tambahan, surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, surat keputusan banding, serta surat keputusan peninjauan kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.
“Kami tidak pernah mengultimatum. Kami hanya memberitahukan silahkan dibayar 1 bulan sejak tanggal SKP diterbitkan,” ucap dia.
Naik Banding
Terkait pengajuan naik banding ke Pengadilan Pajak oleh Toko Kelimutu belum lama ini. Ia mengatakan, pihaknya siap menghadapi proses hukum apabila dimintai pertanggungjawaban oleh pihak pengadilan pajak.
“Kami menunggu dan siap menghadapi proses hukum yang berlaku. Semua produk kita itu diatur dan tata caranya,” jelas dia.
“Saya mau sampaikan bahwa, ketika wajib pajak ternyata terbukti pasal 12 ayat 3 terbukti tidak benar maka dilakukan penetapan pajak. Atas penetapan pajak yang dilakukan oleh petugas pajak. Maka wajib pajak memiliki beberapa hak,”
Hak pertama, wajib pajak mengajukan keberatan diatur dalam pasal 25: Wajib pajak dapat mengajukan hanya kepada Direktorat Jemderal Pajak atas sesuatu surat ketetapan kurang bayar tambahan, nihil, lebih bayar atau pemotongan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
“Jadi punya hak. Wajib pajak mengatakan, pak, pajak yang ditetapkan terlalu besar. Saya tidak setuju, bisa mengajukan keberatan. Ke mana, ke Kanwil Direktirat Jenderal Pajak di Mataram untuk wilayah Manggarai. Karena KPP Pratama Ruteng dibawah naungan Kanwil DJP Nusa Tenggara berkedudukan di Mataram,”
“Seandainya wajib pajak masih tidak puas dengan keputusan jawaban keberatan, maka dia berhak mengajukan keberatan pasal 27 yakni banding atau naik banding. Pasal 27: Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas sesuatu keputusan keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat 1: Wajib pajak tidak puas dengan putusan keberatan maka banding. Itu diatur.
Apabila putusan keberatan maupun banding Direktorat Jenderal Pajak pasti memproses. KPP Pratama Ruteng akan memberikan pertanggungjawaban apa dikerjakan di sini. Jadi, KPP Pratama Ruteng tidak seenaknya melakukan penetapan pajak. “Kami tidak bisa karena kami diawasi oleh mekanisme internal kami,” ujarnya.
Bila wajib pajak, kata dia, menyadari bahwa mereka keliru akan tetapi para wajib pajak ingin sanksinya itu besar. “Tolong dihapus bapak”. Masuk di pasal 36 ayat 1a: Direktorat Jenderal Pajak karena jabatan atas permohonan wajib pajak dapat mengurangkan atau mengabulkan sanksi administrasi berupa denda dan kenaikan hutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan kepada wajib pajak dan bukan karena kesalahannya.
“Dia sadar, dia kurang bayar ke negara sanksi pasal 13 ayat 1 itu mengakibatkan sanksi 2% per bulan. Jadi kalau misalnya kurang bayar 10 juta tambah sanksi 2 % per bulan keterlambatan maksimal 2 tahun sanksinya bisa jadi Rp. 4.800.000. Tapi dia sadar dia bayar 10 juta, sedangkan Rp. 4.800.000 minta dihapuskan itu dibolehkan. Tetapi apakah dikabulkan, nanti dilihat prosesnya,” terang dia lagi.
Ia mengatakan pihak yang mengabulkan bukan KPP Pratama Ruteng melainkan Kanwil Direktorat Jenderal Nusa Tenggara.
“Silahkan diajukan, kami tidak menutup pintu untuk menuntut hak dan kewajiban para wajib pajak untuk mengajukan keberatan,” kata dia.
Meskipun penetapan wajib pajak yang ditetapkan oleh Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Nusa Tenggara tidak benar, maka bisa meminta pengurangan atau pembatalan SKP yang tidak benar. Hal itu diatur dalam pasal 36 ayat 1b: Mengurangkan atau membatalkan surat tagihan pajak yang tidak benar atau meminta pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau SKP dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap penyampaian hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir terhadap wajib pajak.
“Jadi kami bekerja sudah sesuai aturan dalam undang-undang,” pungkas Marihot.
Para wajib pajak memiliki beberapa hak apabila merasa tidak puas yaitu: Wajib pajak berhak mengajukan keberatan sesuai dengan pasal 25.
Penerimaan Pajak KPP Pratama Ruteng
Ia mengungkapkan bahwa, penerimaan pajak dari KPP Pratama Ruteng tahun 2019 sebesar 120 miliar dari target 321 miliar. Hingga kini, kurang lebih sudah mencapai angka 37%. Masih jauh angka itu dari target KPP Pratama Ruteng. Untuk diketahui, KPP Pratama Ruteng membawahi tiga kabupaten antara lain Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur. Ada kecendrungan memang penerimaan KPP Pratama Ruteng biasanya banyak dilakukan penyetoran di akhir tahun disebabkan sebagian besar wajib pajak bersumber dari dana APBN dan APBD. Proses pengerjaan proyek masih berjalan mengakibatkan pada akhir tahun pencairan APBN dan APBD.
“Sehingga di situ wajib pajak memasukan pajak mereka. Kami optimis untuk pencapaian 100 persen dari target kami sampai akhir tahun 2019 ini,” cetus dia.
Sementara tahun 2018 lalu, ia mengungkapkan pendapatan dari sektor pajak bisa mencapai angka 87% (persen). Ia mengaku sangat optimis untuk tahun 2019 ini. Pihaknya menargetkan pendapatan pajak KPP Pratama Ruteng bisa mencapai target 100 %.
Secara terpisah, salah satu pengusaha hasil bumi di Ruteng yang meminta identitasnya dirahasikan mengungkapkan bahwa, ada sebanyak 23 pengusaha melaksanakan kegiatan pembelian hasil bumi di wilayah Manggarai. Ada 4 pengusaha memiliki perusahaan eksportir. Dari jumlah tersebut, sebanyak 8 pengusaha hasil bumi diantaranya sudah dilakukan pemeriksaan oleh pihak KPP Pratama Ruteng. (TIM/FDS/BERITAFLORES)