RUTENG, BERITA FLORES–Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Kabupaten Manggarai, memprioritakan sistem Sanitary Landfull untuk mengatasi polusi sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ncolang, Desa Poco, Kecamatan Wae Rii. Pasalnya, volume sampah dari kota Ruteng tiap harinya semakin meningkat.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Kabupaten Manggarai, Silvanus Hadir mengatakan, salah satu program yang sedang digalakan oleh DLHD Manggarai untuk mengatasi polusi sampah adalah sistem sanitary landfill.
Ia menjelaskan, sanitary landfill adalah metode pemusnahan sampah dengan cara menimbun dan memadatkan sampah ke dalam lubang cekung yang berada di tanah. Metode ini sangat efektif untuk mengurangi pencemaran yang terjadi pada lingkungan. Akan tetapi dengan catatan bahwa sampah yang ditimbun hanya berupa sampah organik atau sampah yang dapat diuraikan dengan baik oleh bakteri pengurai.
“Bapa bupati memerintahkan kami untuk segera melakukan kegiatan yang sifatnya bisa mengurangi pencemaran lingkungan dan tumpukan sampah di TPA Ncolang,” ujarnya kepada Beritaflores.com di lokasi TPA Ncolang Jumat, 5 Juli 2019.
Silvanus menuturkan, pihaknya menerapkan sistem itu dengan cara menggali lubang besar di TPA menggunakan eksavator untuk kemudian membenamkan sampah kemudian menutupi sampah tersebut dengan tanah.
Untuk memperlancar sistem sanitary landfill di TPA, DLHD Manggarai mengerahkan alat berat berupa satu unit eksavator untuk melakukan penggalian lubang besar dengan kedalaman sekitar belasan meter untuk membenamkan sampah.
Penerapan sistem sanitary landfill, kata dia, sudah berlansung hampir dua Minggu. Dampak positif dari sistem itu sangat baik. Di mana, volume tumpukan sampah di TPA Ncolang mulai berkurang.
Kadis Silvanus menambahkan, sistem sanitary landfill sangat efektif, sehingga dapat mengurangi aroma tak sedap di TPA Ncolang. Ia berharap, sistem tersebut dapat menekan pengembangbiakan lalat. Bahkan bisa hilang secara perlahan. Sehingga tidak menggangu kehidupan warga di sekitar TPA Ncolang, Desa Poco.
Volume Produksi Sampah Kota Ruteng
Berdasarkan SK-SNI (Surat Keputusan-Standar Nasional Indonesia) bahwa jumlah produksi sampah warga kota Ruteng, Kecamatan Langke Rembong sebagai kota kecil dengan penduduk dalam skala kota kecil sebanyak 2,5 liter per orang per hari. Sementara jumlah penduduk kota Ruteng berkisar 80.000 jiwa dapat dihitung 80.000×2,5 : 1000= 200 meter kubik.
“Jadi 2.5 liter per orang per hari. Bila dikubikasikan maka menghasilkan 200 kubik per hari. Nah, bagaimana mengangkut sampah tersebut, kami menggunakan tiga unit mobil dumtruck berkapasistas 6 meter kubik kemudian tiga amrol. Amrol atau oto yang memuat transfer depo (box besi tempat penambungan sampah sementara),” tutur dia.
Ia mengatakan, ada tiga amrol berfungsi memuat sampah yang ditampung sementara di depo, sehingga setiap hari kendaraan dapat mengangkut menggunakan 6 unit armada. Tiga amrol dan tiga dumtruck. Masing-masing berkapasitas 6 meter kubik.
“Lalu berapa kali kita melakukan pengangkutan dari kota Ruteng menuju TPA Poco dalam satu hari?,”
“Sesuai dengan ketersediaan anggaran untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) bahwa masing-masing armada empat (4) kali dalam sehari. Maka empat kali angkut dikalikan dengan 6 armada maka hasilnya armada hanya bisa mengangkut 144 meter kubik sampah dari total 200 meter kubik per hari total produksi sampah kota Ruteng,” terang dia.
Berdasarkan fakta tersebut, maka terjadi kelebihan volume sampah sebanyak 56 meter kubik per hari melebihi kapasitas muatan 6 unit armada yang tertuang dalam Dolumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dimas Lingkungan Hidup Daerah) Kabupaten Manggarai. Di mana, 200 meter kubik dikurangi 144 meter kubik maka sisa sampah yang tidak terangkut sebanyak 56 meter kubik setiap hari. Maka, terjadi penumpukan sampah di setiap depo atau box besi tempat penampungan sampah seperti yang ditempatkan di sejumlah titik di kota Ruteng.
“Dari 200 meter kubik sampah per hari, yang terangkut hanya 144 meter kubik. Itu berarti masih ada penumpukan sampah di kota Ruteng ini sebanyak 56 meter kubik. Ini masalah,” ungkap dia.
Silvanus menjelaskan, angka 56 meter kubik tersebut terhitung dengan sampah rumah tangga di Langke Rembong yang dibuang oleh warga di sembarang tempat seperti di kali maupun di tempat tertentu.
“Angka itu ditambah lagi dengan produksi sampah esok harinya, maka 56 meter kubik ditambah 200 meter kubik, maka total sampah menjadi 256 meter kubik. Akumulasi penambahan angka sampah per meter kubik setiap hari menjadi masalah besar,” beber dia lagi.
Ia mengaku, ada dua langkah alternatif untuk dapat mengatasi persoalan volume sampah di kota Ruteng. Pertama, DLHD Manggarai harus menaikkan anggaran untuk menambah armada pengangkut sampah dari depo menuju TPA Ncolang. Kedua, harus ada penambahan rotasi angkutan armada. Bila sekarang armada mengangkut sebanyak 4 kali dalam sehari, maka ditambah 2 kali lagi akan tetapi berdampak terhadap ketersediaan anggaran bahan bakar dan penambahan driver.
Sementara itu, Bupati Manggarai Deno Kamelus mengatakan, penerapan sistem sanitary landfill di TPA Ncolang untuk menjawab keluhan sejumlah warga setempat terhadap pencemaran lingkungan seperti aroma busuk serta lalat yang mengganggu kehidupan warga.
“Penggalian lubang pembenaman sampah di TPA harus berjalan sesuai dengan rencana. Siapkan juga jalur jalan yang nanti akan dipakai untuk mendorong tumpukan sampah ke areal sanitary landfill,” ujar Bupati Deno.
Menurut Deno, sistem sanitary landfill merupakan salah satu model pengolahan sampah direkomendasikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia. Sistem tersebut, ujar Deno, telah diterapkan di daerah lain seperti Bali. (TIM/FDS/BERITAFLORES).