JAKARTA, BEF– Isu mahar politik masih hangat dihembuskan oleh elite partai Demokrat terkait pencapresan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Pasalnya Sandiaga membayar Rp 1 triliun kepada PAN dan PKS agar dirinya diusung kedua partai itu mendampingi Prabowo Subianto pada Pilpres 2019 mendatang.
Apabila isu mahar politik yang dilakukan Sandiaga Uno terbukti, maka pencalonannya sebagai Cawapres bisa dibatalkan oleh Bawaslu.
Petrus Selestinus, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) menegaskan hal itu kepada wartawan melalui siaran pers Sabtu, 11 Agustus 2018.
“Telah berakibat pencapresan Prabowo Subiyanto-Sandiaga Uno seperti bayi yang lahir prematur dan kemudian mati,” kata Petrus.
Menurut dia, pencapresan pasangan Prabowo-Sandiaga telah dibunuh secara perlahan-lahan oleh isu mahar politik.
Hingga saat ini kata Petrus, pihak Sandiaga tidak membantah isu tersebut. Bahkan dibiarkan berkembang sebagai isu liar, baik oleh Sandiaga Uno, Prabowo, maupun elite PAN dan PKS.
Petrus menyebut isu tersebut perlu dibuktikan dengan cara menyelidiki kebenaranya dimulai dengan menyelidiki LHKPN Sandiaga Uno selaku penyelenggara negara.
“Secara berkala telah dilaporkan mengenai posisi harta kekayaannya dalam LHKPN termasuk setiap ada perubahan mengenai jumlah dan jenis kekayaannya,” ungkap Petrus.
Seorang penyelenggara negara, sebut dia, kekayaan Sandiaga Uno tentu sudah dilaporkan kepada KPK secara berkala. Bahkan telah diumumkan kepada publik dalam berita negara, sebagai salah satu kewajiban asasi setiap penyelenggara negara.
Oleh karena itu, jika benar bahwa Sandiaga Uno telah memberikan mahar politik kepada PAN dan PKS sebesar Rp. 1 triliun untuk kepentingan Pilpres 2019, maka harus dibuktikan dengan data LHKPN.
“Maka pertanyaannya adalah apakah uang mahar politik Rp 1 triliun itu adalah bersumber dari uang pribadi Sandiaga Uno yang sudah dilaporkan dalam LHKPN? Ataukah uang Rp. 1 triliun itu bersumber dari harta kekayaan Sandiaga Uno yang tidak dilaporkan dalam LHKPN ke KPK?, Atau merupakan sumbangan dari teman-teman Sandiaga Uno terkait pencapresan? ” tanya dia.
Advokat Peradi itu memaparkan bahwa jika tidak terjadi perubahan dalam LHKPN terkait uang Rp. 1 triliun untuk mahar politik, juga tidak ada sumbangan dari pihak lain atau diakui sebagai uang milik pribadi, maka Sandiaga Uno patut diduga tidak melaporkan sebagaian harta kekayaan berupa uang Rp. 1 triliun dalam LHKPN kepada KPK.
“Maka Sandiaga Uno patut diduga menerima gratifikasi dari pihak lain untuk keperluan pencapresan jika mahar politik itu bersumber dari pemberian pihak ketiga atas nama sumbangan dan tidak dilaporkan ke KPK,” ungkap dia.
Menurut Petrus, apabila dipandang dari aspek pidana pemilu, maka apa yang disebut-sebut sebagai mahar politik dari Sandiaga Uno kepada PAN dan PKS, berimplikasi pada pencalonan dalam Capres-Cawapres menjadi cacat hukum.
Bahkan tegas dia, berimplikasi sebagai tindak pidana pemilu yang dapat mengakibatkan batalnya proses pencalonan baik bagi capres atau cawapres.
“Bahkan bagi partai politik yang menerima, karenanya harus dimintai pertanggungjawaban pidana. Akibatnya pencalonan dan keikutsertaannya sebagai capres-cawapres dalam pilpres dapat dibatalkan menurut UU Pemilu,” ucap Petrus.
Petrus mendesak Bawawlu untuk melakukan koordinasi dengan KPK dan PPATK agar mendapatkan penjelasan terkait dugaan politik uang dalam Pilpres 2019.
“Dugaan korupsi berupa gratifikasi terkait pilkada dengan segala akibat hukumnya harus dapat dipertanggungjawabkan,” tutupnya.
Pasangan Prabowo-Sandiaga sudah dipastikan bakal diusung oleh koalisi Partai Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS. (NAL/FDS/BEF).