Oleh Alfred Tuname
Ternyata, Pilkada Manggarai Timur (Matim) 2018 masih menyisahkan remah-remah persoalan. Pasca Penetapan KPU atas Hasil Pleno Rekapitulasi Penghitungan Suara Tingkat Kabupaten pada tanggal 05 Juli 2018, pukul 18.21 , Paket Tabir (pasangan calon Tarsisius Sjukur Lupur dan Yosep Biron Aur) menempuh jalur hukum di Mahkamah Konstitusi (MK).
Paket Tabir menolak semua Pleno Rekapitulasi dan Penghitungan Suara di Tingkat PPK di 9 (sembilan) kecamatan. Semua saksi Paket Tabir di tingkat kecamatan menolak menandatangani hasil pleno tersebut. Penolakan secara “terstruktur, sistematis dan masif” tersebut menjadi dasar keberatan dan penolakan Pleno Rekapitulasi dan Penghitungan Suara Tingkat Kabupaten di KPU Manggarai Timur.
Pasca hari pencoblosan tanggal 27 Juni 2018, Paket Tabir menduga pihak Penyelenggara Pemilu melakukan perbuatan yang tidak profesional, tidak independen, tidak transparan dan mendukung paket tertentu. Menurut Paket Tabir, ada problem integritas pada Penyelenggara Pemilu. Dugaan tersebut didengungkan terus melalui protes di kantor Panwaslu dan KPU Manggarai Timur serta aksi demonstrasi di kedua kantor tersebut. Dengan nomor tanda terima 18/PAN/PHP-BUP/2018, tertanggal 09 Juli 2018, pukul 15.59 WIB (www.mahkamahkonstitusi.go.id), remah-remah persoalan Pilkada Matim pun sampai ke MK.
Dalam hal ini, MK menjadi lembaga yang menjamin hak konstitusional warga negara (the protector of citizen’s constitusional rights), termasuk soal-soal Pilkada. Ranah MK adalah berkaitan dengan permohonan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah atau PHPKada. Melalui permohonan perkara PHPKada inilah, pihak Paket Tabir, sebagai Pemohon, meminta keadilan di MK.
Semua perkara PHPKada yang sudah di-BRPK (dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi) akan diproses sesuai dengan aturan hukum di MK. Proses hukum dimulai dengan syarat formal yang diharus dipatuhi Pemohon demi posisi “legal standing”. Selain itu ada syarat materiil, yakni mengenai substansi yang nanti diperiksa oleh Majelis Hakim.
Syarat formal diatur melalui PMK Nomor 5 sampai Nomor 8 PMK Tahun 2017, tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Pihak Pemohon harus mengikuti semua aturan yang tertera pada Peraturan Mahkama Konstitusi tersebut, tanpa kecuali.
Jika merujuk pada pasal 7 ayat 2 PMK Nomor 5 Tahun 2017, PHPKada Matim harus memenuhi persyaratan perbedaan paling banyak 1,5%. Sebab, jumlah penduduk Matim telah melebihi 250 ribu jiwa. Dengan acuan pada penghitungan PMK Nomor 5 Tahun 2017, Paket Tabir sesungguhnya tidak dapat mengajukan Permohonan ke MK karena selisih suara antara Paket ASET-pasangan kandidat Agas Andreas dan Jaghur Stefanus (46.537 suara) dan Tabir (43.064 suara) sebesar 3.473 atau lebih dari 2.144 (1,5% x 142.958 total suara sah).
Jika menengok kembali PHPKada Pilkada 2015, terdapat 99 perkara tidak diterima MK karena salah objek dan tidak memenuhi syarat maksimal selisih suara. Waktu itu, MK patuh pada UU No.8 Tahun 2015 lalu dituangkan Mahkamah dalam pasal 6 Peraturan MK No. 1-5/2015. Satu diantaranya adalah amar putusan Perkara Nomor 123/PHP.BUP-XIV/2015 yang dimohonkan oleh calon bupati dan wakil bupati Raja Ampat, dinyatakan permohonannya tidak dapat diterima (bdk. Konstitusi No.109, Maret 2016).
Selain itu MK juga menolak 35 perkara karena tidak memenuhi tanggat waktu 3×24 jam sejak penetapan hasil pleno rekapitulasi suara oleh KPU di masing-masing daerah dalam PHPKada Pilkada Serentak Tahun 2015. Salah satunya, PHPKada Nomor registrasi 60/PHP.BUP-XIV/2016 Kabupaten Gresik. MK menggugurkan Perkara PHPKada tersebut karena permohonan diajukan terlambat 7 menit dari batas waktu 3 x 24 jam (bdk. Konstitusi No.109, Maret 2016). Terlambat 7 menit saja PHPkada Kabupaten Gresik tidak ditolerir oleh MK, apalagi bila ada “penggelembungan” waktu atau keterlambatan berjam-jam.
Itulah MK. Marwah MK sangat bergantung pada sikap konsistensi dan tunduk pada aturan dan hukum. Keputusan MK pun diambil melalui proses due procces of law. Putusan dismissal atau putusan akhir pun dilakukan melalui proses tersebut. Prinsipnya hukum acara audi et alteram partem tetap dijunjung tinggi. Yakni, hakim ketika memutuskan sebuah perkara harus mendengarkan kedua belah pihak. Artinya, jika saja amar putusan perkara PHPKada Matim adalah dismissal maka putusan itu tetap melalui proses dengan azas audi et alteram partem.
Keputusan dismissal itu berkenaan dengan pemohon yang tidak memenuhi syarat formal (PMK No. 5 Tahun 2017, tenggat waktu 3 x 24 jam). Seandainya permohonan PHPKada Kabupaten Manggarai Timur berlanjut atau diterima, maka Paket Tabir harus menyiapkan semua alat bukti dan saksi berdasarkan materi perkara. Hal itu sesuai dengan prinsip actori incumbit probatio, yaitu siapa yang mendalilkan, dia harus membuktikan. Setelahnya, Termohon dalam hal ini KPU Manggarai Timur melalui kuasa hukumnya menjawab semua tuduhan pemohon berdasarkan bukti yang dimilikinya. Posisi Panwaslu Manggarai Timur hanya menjadi saksi yang memberikan keterangan apabila diminta dihadirkan di MK.
Selebihnya, publik Manggarai Timur menunggu amar putusan yang adil dari Mahkamah. Amar putusan itu tidak boleh melukai hak mayoritas masyarakat Manggarai Timur yang sudah menggunakan hak pilihnya. Satu hal diyakini, Penyelenggara Pemilu Manggarai Timur memiliki integritas, profesionalisme, mandiri, transparan dan akuntabel. Pilkada Matim pun sudah berlangsung secara free and fair. Apabila ada pendapat lain, mohon yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Alfred Tuname
Penulis Buku “le politique” (2018)