JAKARTA, BERITA FLORES – Petrus Selestinus, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) menyatakan kekecewaanya setelah kasus yang melibatkan Aldo Febrianto tak diproses secara pidana meski terjaring Operasi Tangkap Tangan oleh Propam Polda NTT.
Padahal sejak 4 Januari 2018 lalu, TPDI bersama Forum Pemuda NTT Jakarta menggelar Audiensi dengan Kompolnas untuk memantau penanganan kasus itu. Sebab aroma penyalahgunaan wewenang dalam penanganan kasus OTT tersebut sudah tercium merebak dimana-mana.
“Sebagai sebuah operasi yang dipersiapkan matang maka OTT Propam Polda NTT sangat mustahil kasus ini tidak terpenuhi unsur pidana pemerasan dan/atau suap. Apalagi bukti-bukti materil yang mendukung OTT berupa uang Rp.50 juta dari tangan Aldo Febrianto dibenarkan oleh korban Yustinus Mahu. Bahwa uang itu pemberian dari dirinya saat berada di TKP dan telah disita Propam Polda NTT,” ujar Petrus kepada wartawan melalui siaran pers Minggu, 22 April 2018.
Petrus mengaku, setelah menggelar audiensi pada tanggal 4 Januari 2018, TPDI mendapat 3 (tiga) surat berturut-turut dari Kompolnas, menginformasikan hasil pemantauannya terhadap kinerja Propam dan Penyidik Polda NTT. Surat terakhir kata dia, bernomor : B-520/Kompolnas/4/2018, tertanggal 16 April 2018. Isi surat itu terkait penjelasan Polda NTT sebagai tindak lanjut dari hasil pelaksanaan gelar perkara pada 19 Maret 2018.
“Setelah membaca surat Kompolnas Nomor : B-520/Kompolnas/4/2018, tertanggal 16 April 2018, khususnya pada butir 2 (dua), justru mengagetkan dan sekaligus mengecewakan. Karena terdapat kecenderungan kuat bahkan upaya yang nyata dari Penyidik dan Propam Polda NTT untuk mengakhiri penyelidikan kasus dugaan pemerasan hasil OTT Propam Polda NTT. Dan anehnya akan menindak Iptu Aldo Febrianto hanya dari aspek penegakan disiplin di Internal Polri,” ungkapnya.
Kecenderungan itu nampak jelas dari hasil gelar perkara Polda NTT pada 19 Maret 2018 lalu yang telah menginformasikan beberapa hal dan bersifat memperlemah proses hukum kasus OTT tersebut.
Petrus menyebut, sikap Polda NTT telah menegasikan harapan dan rasa keadilan publik Manggarai. Hanya karena Yustinus Mahu sebagai korban tidak berniat memberikan uang Rp.50 juta yang diduga atas permintaan Iptu Aldo Febrianto. Yustinus pun tidak berkeinginan perkara dilanjutkan secara hukum.
Sementara itu, jika merujuk pada pendapat ahli hukum pidana dari Undana Kupang Dr. Pius Bere, SH. M.HUM bahwa peristiwa pemberian uang dari Yustinus Mahu kepada Iptu Aldo Febrianto tidak memenuhi unsur tindak pidana umum pasal 368 ayat (1) KUHP dan Pidana Korupsi pasal 12 huruf 2 UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan UU Tipikor No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor.
Maka penjelasan Polda NTT sebagaimana diuraikan di atas, memperlihatkan sebuah kecenderungan bahkan upaya yang sangat kuat di kalangan penyelidik atau Propam Polda NTT bahwa proses hukum atas kasus Iptu Aldo Febrianto hanya akan diselesaikan melalui mekanisme Penegakan Disiplin Internal Polri.
Sedangkan penyelidikan dugaan Tindak Pidana Pemerasan atau Suap (Tipikor) diduga akan dihentikan hanya karena alasan tak masuk akal Yustinus Mahu sebagai korban tidak ingin kasus ini dilanjutkan dan tidak berniat memberikan uang Rp.50 juta dimaksud. Hal yang wajar jika Yustinus Mahu mengikuti saran Kabid Propam Polda NTT untuk memberikan uang Rp.50 juta kepada Iptu Aldo Febrianto dan ingin diselesaikan melalui instrumen Penegakan Disiplin di Internal Polda NTT yang diperkuat dengan pendapat ahli hukum pidana. (KH/FDS/BEF)