Oleh Alfred Tuname
Koperasi itu bagian dari jiwa kolektivitas bangsa. Sebab itu, koperasi mudah diterima oleh segenap masyarakat Indonesia. Koperasi pun mengakar dan terus berkembang, lantas mengambil tempat yang aman dalam perekonomian Indonesia.
Sampailah koperasi ke wilayah timur Indonesia. Ada beberapa yang kita kenal, yaitu Koperasi Sangosay, Koperasi Abdi Manggarai Timur, Koperasi Swastisari, Koperasi Pintu Air, Koperasi Sinar Harapan. Masih banyak lagi koperasi tumbuh baik di negeri ini.
Cukup dengan 20 orang saja yang bertanggung jawab dan bersehati, koperasi bisa dibentuk. Siapa pun yang ingin mendapat dana tanpa “harus ribet”, koperasi adalah tujuannya. Yang jelas, ada banyak kemudahan yang diperoleh dengan menjadi anggota koperasi.
Roh koperasi adalah para anggotanya. Koperasi hanya dapat berkembang, bila anggotanya bertambah. Anggota bertambah, berarti aset koperasi juga bertambah. Aset bertambah, berarti koperasi jaya. Sirkulasi dana pun lebih mudah dan kelipatan laba atau SHU (Sisa Hasil Usaha) yang diperoleh anggota pada akhir tahun buku juga bertambah.
Semangat koperasi adalah kebersamaan dan kemandirian. Dalam kebersamaan, anggota koperasi dapat lebih mandiri. Koperasi sebagai usaha bersama atas dasar kekeluargaan, telah menguatkan semangat persaudaraan melalui sektor ekonomi. Melalui koperasi, masyarakat tidak tercabik-cabik oleh semangat individualistik kapitalisme ekonomi.
Itu berarti, koperasi adalah alternatif ekonomi rakyat. Jika Margaret Thatcher pernah berujar “there is no alternative”, maka jawabannya sudah pernah ada melalui gagasan Mohammad Hatta, yakni koperasi. Gagasan Hatta tersebut berakar pada jiwa bangsa Indonesia yang gemar gotong-royong dan saling membantu. Prinsip koperasi pun demikian, tolong-menolong.
Di dalam koperasi, prinsip tolong-menolong itu berkenaan dengan nilai keadilan. Ada semacam “Rochdale Principles” dalam perkoperasian kita. Tidak ada yang mendapat kurang atau pun mendapat lebih. Semuanya mengikuti aturan koperasi. Aturan itu diberlakukan pada semua anggota koperasi.
Pada Koperasi Kredit (Kopdit), aturan peminjaman pun pasti sama untuk semua anggota. Tidak ada perlakuan khusus atau pengecualian pada anggota tertentu. Dasar ajuan pinjaman dipertimbangkan dengan prosentase penyertaan simpanan/modal yang diberikan. Aturan seperti itu berlaku nyaris pada semua Kopdit.
Oleh karena itu, tidaklah berdasar bila ada dugaan atau tuduhan bila anggota tertentu mendapatkan pinjaman di luar aturan koperasi. Pejabat sekali pun, bila ia anggota koperasi, ia tidak berhak mendapatkan pinjaman besar yang tidak berdasar pada aturan koperasi. Demi keadilan dan kebersamaan, semua harus mengikuti aturan koperasi.
Memang, dalam masyarakat yang sangat primordial dan cenderung menutup diri, selalu ada cibiran terhadap para anggota koperasi. Tuduhan-tudahan tidak berdasar seringkali muncul. Kadang atas kebodohan sendiri dan kurang pengetahuan tentang koperasi, orang mulai menuduh pada anggota koperasi.
Bahkan, seorang bupati atau pejabat lainnya yang bodoh ilmu tentang koperasi pun bisa saja mengeluarkan tuduhan-tuduhan atas dasar ketidaktahuan dan kebodohannya sendiri terhadap koperasi/anggota koperasi. Atau mungkin mereka sedang sedang pikun bahwa gerakan koperasi itu usaha milik besama, bukan milik perorangan.
Padahal, koperasi hadir untuk menghapus belenggu ekonomi masyarakat. Koperasi hadir untuk membuka akses masyarakat akan dana segar melakukan aktivitas ekonomi produksi. Koperasi hadir untuk menghapus kemiskinan yang berdampak pada kebodohan dan kemelaratan.
Masyarakat, bupati, pejabat dan pihak lain yang memelihara kebodohannya, akan terus membuat tuduhan untuk meruntuhkan kekuatan koperasi atau bahkan mencemarkan nama baik (:character assassination) anggota koperasi. Mereka yang optimis dan mau menatap masa depan, akan memanfaatkan koperasi sebagai cara menolong sesama dan menolong diri sendiri dalam kehidupan bersama, khususnya melalui jalur ekonomi.
Sebab itu, Bung Hatta menyebut koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia. Dalam koperasi, ada spirit self help: masyarakat menolong masyarakat itu sendiri. Koperasi itu “member based association”. Di sana, ada semangat toleransi, tanggung jawab, persuadaran dan saling menolong. Atas dasar itu bung Hatta mengatakan, “koperasi merupakan senjata si lemah untuk mempertahankan hidupnya” (Herlina Setiyarini, 2014).
Sebagai senjata si lemah (weapon of the weak), koperasi harus terus tumbuh dalam persaudaraan dan profesionlitas. Soliditas anggota dan profesionalitas penggelolaan koperasi akan menguatkan dan memajukan aset koperasi itu sendiri. Setiap tuduhan dan koperasi mesti dianggap sebagai “konsultasi gratis” untuk menguatkan koperasi itu sendiri.
Peter F. Drucker pernah menulis, “bahaya terbesar dalam masa krisis bukanlah krisis itu sendiri, melainkan bertindak atas logika masa lalu”. Artinya, setiap kritikan dan tuduhan bodoh tidak berdasar sejatinya hanya “masa lalu” bagi koperasi. Tidak perlu masuk terlalu jauh membahas “masa lalu” tersebut. Teruslah membenahi manajemen, ekstensifikasi anggota, tambah aset, inovasi produk keuangan, dan lain sebagainya.
Selebihanya, biarkanlah anggota koperasi merasaan manfaat besar menjadi anggota koperasi. Anggota koperasi perlu yakin bahwa dialah rakyat percaya akan kemampuan dan kebersamaan. “Rakyat harus percaya akan kemampuannya, rakyat diajarkan untuk berjuang sendiri memperbaiki keadaan ekonomi” (Herlina Setiyarini, 2014). Di situlah koperasi berperan.
“Hanya dalam persatuan koperasi mereka dapat menyusun perekonomian yang kuat. Dengan koperasilah rakyat dapat melatih diri dan jiwanya untuk memperoleh kepercayaan atas dirinya sendiri dan kesanggupanya”. Demikian tulis Mohamad Hatta pada 12 Juli 1945 sebagai “Amanat Pada Hari Koperasi yang ke-4”.
Amanat itu harusnya berlaku sampai sekarang. Masyarakat kita masih miskin dan sengsara. Jangan ganggu mereka dengan tuduhan dan fitnah murahan dan bodoh atas geliat mereka berkoperasi. Biarkanlah masyarakat kita melatih diri dan jiwanya untuk bergulat melawan kemiskinan. Jika pilihannya adalah berkoperasi, maka dukunglah!
Alfred Tuname
Penulis dan Esais
–